Suara.com - Fenomena "Godoksa" kini kembali melanda Korea Selatan. Secara bahasa, Godoksa ini memiliki arti sebagai fenomena mati kesepian yang marak terjadi di Korea. Hal ini disebabkan karena meningkatnya jumlah orang yang tinggal sendirian di sana.
Rendahnya angka pernikahan dan kelahiran menyebabkan banyak orang-orang tua bahkan anak muda yang memilih tinggal sendirian sering ditemukan meninggal tanpa diketahui anggota keluarga lain. Fenomena ini menyebabkan pihak berwajib Korea Selatan seringkali menemukan kasus bahwa jasad tidak ditemukan selama berhari-hari atau bahkan lebih lama.
Menurut Seoul Welfare Foundation, 62% dari 366 kasus godoksa (tautan dalam bahasa Korea) yang tercatat di ibu kota Seoul merupakan pria berusia antara 45 hingga 65 tahun. Pemerintah kota dan provinsi di Korea Selatan pun telah mencoba mencari solusi atas kasus kematian soliter ini.
Beberapa tahun yang lalu, pemerintah Seoul membentuk kelompok lingkungan yang terdiri dari sekitar 10 orang dan ada di seluruh distrik di Seoul dan bertugas melakukan kunjungan rutin kepada mereka yang tinggal sendirian. Jika ada di antara mereka yang menolak kunjungan tersebut, para relawan akan memberi mereka kupon untuk mandi umum dan makanan.
Baca Juga: 10 Potret Luna Maya di Korea Selatan, Liburan Mahal Demi Nonton Konser BTS
Tak hanya itu, pemerintah Seoul juga menawarkan opsi adanya detektor pergerakan di setiap rumah orang yang tinggal sendirian. Pemerintah Seoul juga memberikan dukungan darurat hingga 300.000 won per orang atau setara dengan Rp 3 juta rupiah setidaknya tiga kali setahun.
Di Korea, lebih dari 1.800 kasus kematian Godoksa tercatat pada tahun 2016 meningkat hampir 80% dari tahun 2012. Angka pernikahan yang rendah di Korea Selatan juga bukan tanpa alasan. Bagi banyak warga Korsel, menikah dan mempunyai rumah dengan keluarga kecil memiliki efek yang sangat merugikan pada para pria, banyak di antaranya menjadi terisolasi dari keluarga mereka karena pensiun dini, pengangguran, atau perceraian.
Bahkan pasangan yang sudah menikah sering dipaksa untuk hidup terpisah karena pekerjaan dipindahkan ke luar Seoul, sementara peluang pendidikan yang lebih baik membuat anak dan istri lebih memilih tinggal di ibu kota. Angka kemiskinan yang cukup tinggi juga terjadi di Seoul.
Dalam data dari statista.com, sekitar setengah keseluruhan jumlah dari lansia Korea hidup dalam kemiskinan dan sebuah penelitian pada tahun 2016 menemukan bahwa sekitar setengah dari lansia miskin Korea tinggal sendirian.
Pemerintah Seoul akhirnya memberlakukan peraturan untuk memberikan layanan pemakaman umum kepada mereka yang meninggal sendirian, serta mereka yang mengalami kesulitan keuangan, dengan anggota komunitas lokal lainnya diundang untuk mengambil bagian dalam upacara.
Baca Juga: Resmi ! Indonesia Gagal Jadi Tuan Rumah Piala Asia 2023
Kontributor : Dea Nabila