Seseorang yang memiliki sindrom stockholm mungkin memiliki perasaan yang membingungkan terhadap pelaku, termasuk cinta, simpati, empati, serta keinginan untuk melindungi si pelaku.
Meski begitu, tidak semua orang yang menjadi korban mengalami sindrom Stockholm. Para ilmuwan juga belum menemukan penyebab pasti seseorang bisa alami hal itu.
Hanya saja, itu dianggap sebagai mekanisme bertahan hidup. Seseorang mungkin menciptakan ikatan itu sebagai cara untuk mengatasi situasi yang ekstrem dan menakutkan.
Beberapa bagian penting tampaknya meningkatkan kemungkinan sindrom stockholm, seperti:
- Berada dalam situasi emosional untuk waktu yang lama.
- Berada di ruang bersama dengan pelaku dalam kondisi yang buruk, misalnya tidak cukup makanan, ruang yang secara fisik tidak nyaman.
- Ketika korban bergantung pada pelaku untuk kebutuhan dasar.
- Ketika ancaman terhadap kehidupan tidak dilakukan, misalnya eksekusi palsu.