Suara.com - Kasus dugaan KDRT dalam rumah tangga Lesti Kejora dan Rizky Billar membuat perjanjian pranikah yang sempat mereka ucapkan pada 2021 lalu kembali disorot. Perjanjian pranikah mereka hanya menekankan pada keterbukaan yang perlu dilakukan keduanya saat menjalin hubungan pernikahan.
Sayangnya, dalam perjanjian pranikah pasangan yang dijuluki Leslar itu tidak membahas bila terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga hingga perselingkuhan.
Dalam pembuatan perjanjian pranikah, ajak pasangan untuk melengkapi daftar keinginan yang akan dicantumkan. Jangan lupa untuk mengonsultasikan kepada advokat dan melibatkan notaris untuk mengesahkan perjanjian.
Lantas apa saja syarat pembuatan perjanjian pranikah? Lalu apa saja yang seharusnya dicantumkan dalam perjanjian pranikah? Simak penjelasannya berikut ini.
Baca Juga: Mengenal Apa Itu Perjanjian Pranikah, Disoroti Lagi di Kasus Lesti Kejora dan Rizky Billar
Syarat Pembuatan Perjanjian Pranikah
Perjanjian pranikah harus dibuat dalam akta notaris yang kemudian didaftarkan dalam Dukcapil. Syarat pembuatan perjanjian pranikah adalah sebagai berikut:
- KTP calon suami istri, atau suami istri
- KK calon suami istri, atau suami istri
- Fotokopi akta Perjanjian Perkawinan yang dibuat oleh Notaris yang telah dilegalisir dan menunjukkan aslinya
- Kutipan Akta Perkawinan
- Apabila pemohon merupakan WNA maka bisa melampirkan Paspor/kitas (untuk WNA)
Dokumen-dokumen tersebut diperlukan dalam proses pembuatan Akta di Notaris serta proses pendaftaran di Dukcapil. Prosesnya adalah seperti berikut ini:
- Tanda tangan Minuta Akta Perjanjian Pranikah di hadapan notaris
- Notaris akan membuatkan salinan Akta perjanjian pranikah
- Akta didaftarkan di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan setempat atau di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil setempat
Hal yang Diatur Dalam Perjanjian Pranikah
Ada beberapa hal yang diatur dalam perjanjian pranikah yakni di antaranya:
Baca Juga: 6 Isi Perjanjian Pranikah Lesti Kejora Dan Rizky Billar, Kembali Disorot Setelah Kabar KDRT Mencuat
- Harta bawaan dalam perkawinan, baik harta yang diperoleh dari usaha masing-masing maupun dari hibah ataupun warisan
- Semua utang dan piutang yang dibawa oleh suami atau istri dalam perkawinan mereka, sehingga akan tetap menjadi tanggung jawab masing-masing atau tanggung jawab keduanya dengan pembatasan tertentu
- Hak istri untuk mengurus harga pribadinya baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak dengan tugas menikmati hasil serta pendapatan dari pekerjaannya sendiri atau dari sumber lain
- Kewenangan istri dalam mengurus hartanya, agar tidak memerlukan bantuan atau pengalihan kuasa dari suami
- Pencabutan wasiat, serta ketentuan-ketentuan lain yang dapat melundungi kekayaan maupun kelanjutan bisnis masing-masing pihak (dalam hal salah satu atau keduanya merupakan pendiri usaha, pemimpin perusahaan atau pemilik bisnis).
Kontributor : Trias Rohmadoni