Suara.com - Belum banyak yang tahu jika perawatan kulit menggunakan botulinum toxin atau suntik anti aging berulang untuk cegah kulit keriput berisiko alami resistensi atau kehilangan efek mengencangkan kulit.
Konsultan Dermato-venereologist dari Jakarta, Indonesia, dr. Lis Surachmiati Suseno mengatakan suntik anti aging atau suntik anti penuaan, jadi salah satu obat yang sudah digunakan lebih dari 30 tahun hampir di seluruh dunia.
Salah satu botulinum toxin adalah onabotulinum-toxinA atau formulasi BoNT-A yang terbuat dari neurotoksin bakteri Clostridium botulinum, yang dapat merelaksasi atau melumpuhkan otot dengan cara menghambat aliran signal saraf.
Karena formula ini berasal dari bakteri, menurut dr. Lis resiko resistensi cukup tinggi apalagi bila digunakan terus menerus dan seumur hidup, yang efeknya akan hilang dalam hitungan bulan.
Baca Juga: Wanita Ini Ungkap Wajahnya Awet Muda Tanpa Botox, Ternyata 4 Hal Ini yang Harus Dihindari
"Namun, dengan penggunaan berulang, pasien akan mengalami resistensi, efeknya akan hilang lebih cepat, pada 6 bulan pertama dan kemudian diperpendek menjadi 3 hingga 4 bulan, pasien disebut sebagai secondary non-responders," ujar dr. Lis di Gandaria, Jakarta, Kamis, 29 September 2022.
Apalagi ia juga menyoroti suntikan anti aging ini bekerja instan, karena bisa langsung menghilangkan kerutan setelah perawatan sehingga membuat pasien lebih puas.
Hasilnya semakin banyak orang yang ingin mencobanya atau bahkan ketagihan lagi dan lagi.
"Obat ini menghambat pelepasan asetilkolin yang menyebabkan relaksasi pada otot target," terang dr. Lis.
Karena bisa menyebabkan ketagihan hingga ingin perawatan berulang, para ahli saraf dan dokter kulit dalam penelitiannya yang dipublikasi dalam ASCEND, mendesak dokter lebih berhati-hati memberikan dan menawarkan perawatan suntik anti penuaaan.
Baca Juga: 3 Manfaat Buah Goji Berry untuk Kesehatan, Baik untuk Anti Penuaan
"Mendesak dokter untuk sangat berhati-hati, dalam membuat pilihan toksin botulinum untuk tujuan kosmetik dan dermatologis, karena di masa depan, obat tersebut mungkin diperlukan untuk banyak indikasi medis lainnya," jelas dr. Lis.