Suara.com - Peralatan K3 (keselamatan dan kesehatan kerja) di desa wisata Indonesia jadi hal vital dan penting, untuk melindungi keamanan dan kenyamanan wisatawan maupun pekerja wisata.
Pakar Penanggulangan Bencana atau Disaster Risk Reduction Center (DRRC) Universitas Indonesia (UI), Prof. Fatma Lestari mengatakan penting untuk menyediakan alat K3 di destinasi wisata atau desa wisata.
"Aspek K3 sangat penting untuk diterapkan di Desa Wisata, karena kecelakaan bisa terjadi dimana saja," ujar Prof. Fatma melalui keterangan yang diterima suara.com, Kamis (29/9/2022).
Apalagi keberadaan alat K3 juga mendukung program Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) berupa sertifikat CHSE, yakni Clean, Health, Safety dan Environment.
Baca Juga: Dukung Perkembangan Pariwisata Berkelanjutan di Indonesia, Ini yang Dilakukan Bobobox
Bahkan kata Prof. Fatma, faktor K3 juga jadi salah satu syarat mendapatkan anugerah desa wisata Indonesia. Ini karena membuat fasilitas desa wisata terjaminan keamanan dan kenyamanan untuk semua orang yang datang.
"Aspek K3 juga menjadi persyaratan dalam kategori Anugerah Desa Wisata Indonesia serta persyaratan didalam penghargaan internasional untuk Tourism Village," jelas Prof. Fatma.
Apalagi Indonesia juga sedang konsentrasi membawa desa wisata punya standar kelas dunia atau world class dewi, salah satunya dengan mitigasi bencana yang mengutamakan keselamatan dan kesehatan kerja karyawan desa wisata.
Untuk bisa mewujudkan ini Desa Wisata Hanjeli, Sukabumi, Jawa Barat baru saja menerima donasi peralatan K3 dan kebencanaan melalui Hibah Matching Fund Kedaireka Universitas Indonesia.
Peralatan itu meliputi nidai mitela 1 set, manekin CPR Bayi 1 buah, manekin Dewasa 1 buah, tandu lipat 1 buah, KED 1 buah, collar neck 1 buah, mask CPR 1 buah, dan tensimeter.
Baca Juga: ANA akan Tambah Penerbangan Internasional, Jepang Buka Kembali Pariwisata
Prosedur pemberian donasi melibatkan dosen, mahasiswa, alumni FKM UI, departemen K3, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), dan Sekolah Ilmu Lingkungan atau SIL Universitas Indonesia.
Menurut Prof. Fatma, dengan cara ini juga efektif meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) maupun pekerja di desa wisata. Apalagi saat ini ada lebih dari 7.000 desa wisata di Indonesia.
Selain itu, perlu diperhatikan juga beberapa desa wisata berada di lokasi rawan bencana, sehingga keamanan dan keselamatan tetap jadi pertimbangan utama.
"Maka edukasi CHSE dan mitigasi bencana secara masif yang dibutuhkan, perlu didukung dengan ketersediaan pemetaan risiko desa wisata di lokasi rawan bencana," tutup Prof. Fatma.