Nanti saat sperma tersebut diperlukan, sperma akan dicairkan, bisa hidup kembali dan digunakan dalam proses bayi tabung, yang mempertemukan sel telur milik perempuan di luar rahim hingga menjadi embrio calon janin dan dimasukan kembali ke dalam rahim.
Ahli Andrologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (FK UNAIR), dr. Aucky Hinting, Ph.D, Sp.And mengatakan meski teknik ini kurang populer di Indonesia, tapi bisa memudahkan sekaligus menjaga kesuburan atau fertilitas seorang lelaki.
Menurut dr. Aucky, teknik ini bisa menyelamatkan kesuburan lelaki yang sejak usia lajang harus menjalani kemoterapi, yang efeknya bisa merusak kualitas sperma dan sulit memiliki anak di kemudian hari.
“Ketika kesuburan seseorang menurun akibat proses kemoterapi atau pengobatan jangka panjang, maka dengan menyimpan benih sejak awal, setidaknya dia masih punya cadangan sperma yang dapat dimanfaatkan kembali, meskipun kenyataannya kualitas sperma di dalam tubuhnya sudah menurun,” ungkap dr. Aucky.