Suara.com - Berbagai komentar tentang penampilan kita dari orang-orang tercinta dan teman-teman bisa menimbulkan rasa tidak aman seumur hidup. Lantas bagaimana kita mengajarkan anak-anak untuk percaya diri dengan bentuk tubuh dan penampilannya?
Bayangkan situasi ini: seorang gadis kecil mencoba gaun yang berkilauan, berputar, dan dengan rasa puas, dia merapikannya.
Orang-orang dewasa di sekitarnya menerima dan membalas kegembiraan gadis kecil itu, dan mengatakan betapa cantiknya dia.
Kemudian dia melihat buku-buku favoritnya, dan menyaksikan orang-orang dan hewan-hewan yang kurus melakukan petualangan yang mengasyikkan, sementara rekan-rekan mereka yang lebih memiliki bobot yang lebih berat digambarkan sebagai makhluk yang lambat atau ceroboh.
Baca Juga: 5 Tips Jitu agar Rasa Percaya Diri Tetap Terjaga, Kurangi Insecure!
Kadang-kadang, dia melihat orang tuanya sendiri mencemaskan berat badan atau penampilan mereka.
Pada saat dia remaja, orang tuanya mungkin khawatir media sosial mempengaruhi citra tubuh anaknya.
Namun, penelitian menunjukkan, pada kenyataannya, persepsi seseorang tentang tubuh dan penerimaan sosialnya telah terbentuk jauh sebelum itu, di masa-masa awal tumbuh kembang.
Baca juga:
- Bisakah kita hidup berdampingan dengan penyesalan?
- Psikologi: Bagaimana pikiran bawah sadar mengendalikan tindakan kita?
- Bagaimana pemikiran katastrofik ubah kesalahan kecil jadi bencana
Ketika kita memikirkan hubungan kita dengan tubuh kita, seringkali sulit untuk menentukan dengan tepat dari mana kepuasan atau ketidakpuasan kita berasal.
Baca Juga: 5 Tips agar Percaya Diri saat Menjemput Pacar di Rumahnya, Jangan Grogi
Namun, jika kita mengingat kembali masa kanak-kanak kita, kita mungkin mengingat kumpulan komentar atau pengamatan tidak langsung.
Tak satu pun dari mereka mungkin tampak sangat berdampak pada diri mereka sendiri. Namun, efek kumulatif mereka bisa sangat kuat.
Sikap keluarga dan kesehatan mental
Penulis Glennon Doyle masih ingat betul bagaimana penampilannya saat anak-anak mendapat pujian dari orang dewasa di sekitarnya.
"Saya bisa melihatnya di wajah mereka. Mereka memancarkan kebahagiaan, dan jadi saya belajar, ini adalah esensinya," kata dia dalam siniarnya.
Namun, ketika dia bertambah tua dan dianggap kurang cantik, pujian-pujian itu berhenti.
Saat itulah dia merasa seolah-olah dunia telah berpaling darinya.
Entah dalam bentuk pujian atau kritik, perhatian-perhatian seperti itu terhadap bentuk tubuh dapat menghilangkan kepercayaan diri dan rasa tidak aman yang sulit untuk dihilangkan.
Konsekuensinya bisa sangat merusak, seperti yang ditunjukkan dari hasil penelitian, yang menyatakan bahwa sikap keluarga dan komentar menghina terhadap berat badan, memiliki kaitan dengan masalah kesehatan mental dan gangguan makan.
Selain itu, stigmatisasi yang lebih luas dari anak-anak yang kelebihan berat badan juga meningkat mempengaruhi harga diri mereka dan tentu saja, citra tubuhnya.
Mengingat kesadaran akan tubuh ideal ini dimulai sejak masa-masa awal perkembangan, apa yang dapat dilakukan orang tua dan pengasuh untuk membantu anak-anak merasa percaya diri tentang diri mereka sendiri dan lebih mendukung orang lain?
Rasa malu terhadap tubuh itu diajarkan, bukan bawaan
Bentuk fisik yang ideal sangat berbeda dari waktu ke waktu dan budaya yang berbeda.
Hal itu divisualisasikan dalam berbagai Lukisan Peter Paul Rubens dan patung berusia 29.500 tahun yang dikenal dengan nama "Venus of Willendorf".
Keduanya membuktikan bagaimana manusia begitu merayakan berbagai bentuk lekuk tubuh.
Namun hari ini, terlepas dari berkembangnya gerakan positif terhadap bentuk tubuh yang menerima semua bentuk dan ukuran, gagasan bahwa tubuh kurus adalah yang bentuk ideal tetap dominan di media sosial dan di media tradisional, seperti di televisi, di layar lebar, dan di iklan.
Kesadaran ideal tubuh dimulai sejak dini, dan mencerminkan pengalaman anak-anak tentang dunia di sekitar mereka.
Baca juga:
- Mengapa ada orang yang pemalu?
- Adakah pekerjaan ideal untuk orang yang pemalu?
- Mengapa anak tunggal selalu dianggap egois dan manja?
Dalam sebuah penelitian, anak-anak berusia tiga hingga lima tahun diminta untuk memilih figur dari berbagai ukuran, mulai dari yang kecil hingga yang besar, untuk mewakili anak dengan karakteristik positif atau negatif.
Mereka ditanya, anak mana yang jahat atau baik hati, siapa yang bakal mendapat ejekan, dan siapa yang akan mereka undang ke pesta ulang tahun.
Anak-anak cenderung memilih figur yang lebih besar untuk mewakili karakteristik-karakteristik negatif.
Poin pentingnya, bias ini dipengaruhi oleh orang lain: misalnya, sikap dan keyakinan ibu mereka sendiri tentang bentuk tubuh.
Anak-anak yang lebih tua pun menunjukkan bisa yang lebih kuat daripada yang lebih muda.
Sekali lagi, ini menunjukkan bahwa hal itu dipelajari, bukan bawaan dari lahir.
Para peneliti menyimpulkan lingkungan sosial anak-anak penting dalam pengembangan sikap bobot negatif dan positif".
"Kami melihat pola di mana anak-anak menghubungkan karakteristik positif dengan sosok yang lebih kurus, dan karakteristik negatif dengan sosok yang lebih besar," kata Sian McLean, dosen psikologi di La Trobe University di Melbourne, Australia, yang mengkhususkan diri pada ketidakpuasan tubuh.
"Mereka mengembangkannya pola pikir seperti itu sejak dini, sehingga itu bisa menjadi kekhawatiran karena mereka berpotensi memiliki kesempatan untuk menginternalisasi persepsi itu, bahwa menjadi lebih besar tidak diinginkan dan menjadi lebih kurus diinginkan dan terkait dengan penghargaan sosial."
Sementara orang tua memainkan peran penting dalam membentuk sikap dan pandangan anak-anak mereka, harus ditekankan bahwa orang tua jauh dari satu-satunya pengaruh yang terpapar pada anak-anak, dan seringkali hal itu justru memiliki efek positif karena bisa melawan pesan dari sumber lain.
Namun, penelitian menunjukkan bahwa pandangan orang tua memang penting.
"Anak berusia lima tahun menerapkan diet untuk mengontrol berat badannya."
Penelitian lain menunjukkan bahwa sikap orang tua terhadap berat badan mempengaruhi anak-anak mereka yang berusia tiga tahun.
Seiring waktu, asosiasi negatif anak-anak dengan tubuh besar, dan kesadaran tentang cara menurunkan berat badan, meningkat.
Seringkali ada elemen gender dalam persepsi ini. Pandangan ayah lebih mempengaruhi anak laki-laki dan sikap seorang ibu lebih mempengaruhi anak perempuan.
Penerapan diet untuk mengontrol berat badan bahkan telah sudah ditemukan pada anak perempuan berusia lima tahun.
Di sini faktor utamanya adalah paparan media, serta percakapan tentang penampilan.
Baca juga:
- Mengapa orang tua di Eropa kini meniru cara orang Amerika mengasuh anak
- Anak berharap orang tua mereka mengetahui hal ini
Penelitian itu menunjukkan bagaimana anak-anak usia dini mengambil persepsi sosial dari orang-orang di sekitar mereka, memperhatikan bagaimana orang dewasa berperilaku dan membicarakan tubuh dan makanan.
Pola itu berlanjut, dan bahkan bisa memburuk, seiring bertambahnya usia.
Penelitian yang menilai tingkat ketidakpuasan tubuh dan kesadaran diet pada anak-anak berusia lima hingga delapan tahun menemukan "keinginan untuk kurus muncul pada anak perempuan sekitar usia enam tahun".
Sejak usia itu, anak perempuan menilai sosok ideal mereka secara signifikan lebih kurus dari sosok mereka saat ini.
Sekali lagi, persepsi anak-anak tentang ketidakpuasan terhadap tubuh yang disampaikan ibu mereka, diprediksi akan membuat anak perempuannya kemudian juga merasa tidak puas dengan tubuh mereka sendiri.
"Sebagian besar anak-anak telah menginternalisasi keyakinan masyarakat mengenai bentuk tubuh yang ideal dan sangat menyadari diet sebagai sarana untuk mencapai gambaran ideal itu," kata para penulis menyimpulkan.
Bahaya mengejek
Banyak orang tua mungkin merasa terkejut saat mendengar bahwa rasa tidak aman yang mereka rasakan yang mungkin sama sekali tidak disengaja dan bukan sesuatu yang ingin mereka wariskan bisa berdampak seperti itu.
Namun, beberapa anggota keluarga lainnya ternyata juga memperbesar efek ini melalui komentar yang bernada menghina.
Dalam sebuah penelitian tentang efek ejekan oleh anggota keluarga pada ketidakpuasan tubuh dan gangguan makan, 23% peserta melaporkan ejekan terkait penampilan disampaikan oleh orang tua, dan sebanyak 12% diejek oleh orang tuanya tentang berat badan.
Ejekan dari ayah dilaporkan lebih banyak dibandingkan ejekan dari ibu mereka.
Ledekan ayah seperti itu merupakan prediktor signifikan terhadap ketidakpuasan tubuh serta perilaku bulimia dan depresi, dan juga meningkatkan kemungkinan diejek oleh saudara kandung.
Ledekan dari ibu adalah prediktor signifikan dari depresi.
Digoda tentang penampilan oleh saudara kandung memiliki dampak negatif yang sama pada kesehatan mental dan harga diri, dan meningkatkan risiko gangguan makan.
Para penulis menyarankan bahwa memahami riwayat ejekan keluarga akan membantu penyedia layanan kesehatan mengidentifikasi mereka yang berisiko terhadap "citra tubuh dan gangguan makan dan fungsi psikologis yang buruk".
Penelitian lain pada anak-anak berusia tujuh hingga delapan tahun menunjukkan bahwa komentar ibu tentang berat badan dan ukuran tubuh memiliki hubungan dengan perilaku makan yang tidak teratur pada anak-anak mereka.
Demikian pula, anak perempuan "yang ibu, ayah, dan teman-temannya mendorong mereka untuk menurunkan berat badan dan menjadi kurus", lebih cenderung mendukung keyakinan negatif tentang berat badan orang lain, yang dikenal sebagai "stereotip gemuk".
Ini sangat mengkhawatirkan mengingat stigmatisasi dan intimidasi terkait berat badan semakin meningkat.
Bahkan, dalam sebuah penelitian, disebutkan bahwa perempuan dewasa masih bisa merasakan sakitnya stigma berat badan yang dialami di masa kanak-kanak.
Para peserta penelitian umumnya menunjuk ibu mereka sebagai sumber stigma tersebut.
Itu adalah "hal paling menyakitkan yang pernah saya alami", kata salah satu peserta.
"Saya masih punya masalah ketika makan di depan ibu saya. Dia selalu mengomentari makanan dan berat badan saya, bahkan sejak saya masih enam tahun" kata seorang peserta berusia 49 tahun.
Penelitian tersebut mengutip cerita para perempuan berusia 40-an, 50-an, dan 60-an, yang menggambarkan kenangan jelas tentang keluarga yang mempermalukan berat badan mereka, dan kesedihan mendalam yang masih mereka rasakan.
"Kritik terus-menerus dari ibu saya tentang berat badan saya menyebabkan masalah kepercayaan diri yang derita sepanjang hidup saya," kata seorang peserta penelitian.
"Ayah dan saudara laki-laki saya biasa menyenandungkan lagu 'bayi gajah berjalan' ketika saya berusia sekitar delapan sampai 11 tahun," kata peserta lainnya.
"Saya masih kesulitan makan di depan ibu saya," kata seorang peserta berusia 49 tahun.
"Dia selalu mengkritik pola makan dan berat badan saya sejak saya berusia enam tahun. Bahkan mungkin lebih awal lagi."
Seorang responden mengingat ibunya yang menyuruhnya diet pada usia 10 tahun:
"Perasaan saya tentang kurangnya daya tarik saya mungkin tidak akan pernah hilang dan terus bersama saya sepanjang hidup saya, bahkan ketika saya sudah lebih kurus. Ini sangat menyakitkan."
Namun, beberapa responden mengakui mereka merasa ibu mereka memproyeksikan ketidakamanan mereka sendiri, dan mungkin bermaksud agar komentar dan saran tersebut bermanfaat, tanpa ada maksud jahat.
Di luar keluarga
Ada alasan mengapa pengaruh orang tua begitu kuat.
Rachel Rodgers, seorang psikolog di Northeastern University, mengatakan ketika orang tua prihatin dengan citra tubuh mereka sendiri, mereka akan menjadi model perilaku yang menunjukkan bahwa hal itu penting.
"Bahkan jika mereka tidak menyebutkan penampilan fisik anak, mereka masih bertindak dengan cara yang menunjukkan kepada anak itu, 'ini adalah sesuatu yang membuatku khawatir, ini adalah sesuatu yang membuatku terganggu', jadi anak-anak juga mewaspadai hal itu."
Selain itu, banyak orang tua cenderung mengomentari apa yang anak makan, pakai, atau bagaimana penampilan mereka, seringkali dengan maksud yang baik, dan hal itu dapat meningkatkan perhatian pada penampilan dan berat badan.
Hasil "idealisasi kurus" - preferensi untuk tubuh kurus - membuat anak-anak percaya bahwa "nilai sosial mereka bergantung pada penampilan fisik dan itu akan mengarahkan mereka untuk berinvestasi di dalamnya, dalam hal harga diri, serta waktu dan energi mereka", kata Rodgers.
Tentu saja, orang tua bukan satu-satunya sumber stigma tubuh, terutama seiring bertambahnya usia anak. Teman-teman dan media cenderung mengambil peran yang lebih besar dari waktu ke waktu.
Baca juga:
- Mengapa menyayangi diri sendiri adalah kunci sukses
- Kisah korban kekerasan seksual saat usia dini di Indonesia - trauma yang 'akan dibawa sampai mati'
Bahkan, mainan seperti boneka pun memiliki pengaruh.
Sebuah penelitian yang melibatkan anak-anak berusia lima hingga sembilan tahun, menemukan bahwa ketika mereka bermain dengan boneka yang sangat kurus, itu mengubah ukuran tubuh ideal mereka menjadi lebih kurus.
Kecuali jika mereka melawan, pengaruh ini dapat saling memperkuat.
Banyak penelitian menunjukkan bahwa paparan media berkontribusi pada penampilan ideal.
Misalnya, gadis-gadis muda yang menonton video musik lebih fokus pada penampilan mereka setelahnya.
Jika teman-teman kemudian juga berbicara tentang berat dan penampilan, efek itu semakin besar.
"Cara media menggambarkan tubuh yang ideal yang didukung oleh rekan/teman mereka, merupakan faktor yang lebih penting dibandingkan paparan media langsung itu sendiri," jelas Jolien Trekels, psikolog yang mempelajari citra tubuh di KU Leuven di Belgia, yang memimpin penelitian terkait peran teman dalam menentukan penampilan ideal.
Secara positif, ini bisa berarti bahwa kaum muda tidak hanya bergantung pada gambaran ideal dari media, tetapi mereka juga bisa membentuk tanggapan mereka sendiri terhadap gambaran ideal itu, secara kolektif.
Bahaya 'thinspiration'
Jenis platform dan aktivitas sosial juga berperan.
Sebuah ulasan pada 2022 menemukan bahwa Instagram dan Snapchat (keduanya sangat visual) lebih negatif terkait dengan citra tubuh dibandingkan Facebook, di mana melakukan swafoto dan memanipulasinya memiliki efek yang lebih merusak daripada benar-benar mengunggahnya.
Tidak mengherankan jika konten thinspiration yang mempromosikan bentuk tubuh kurus dan diet, juga menunjukkan efek negatif (karena perbandingan diri yang negatif), seperti halnya unggahan promosi kebugaran yang dikategorikan sebagai "fitspiration".
Meskipun melihat unggahan tentang olahraga telah terbukti meningkatkan olahraga pada orang dewasa di kalangan perempuan, itu juga menginternalisasi bentuk tubuh yang kurus ideal, menurut sebuah penelitian pada 2019.
Ini berarti bahwa efek awal yang menginspirasi ini belum tentu bertahan lama, seperti yang dicatat dalam penelitian:
"Seiring berjalannya waktu, ketika perempuan tidak melihat efek utama dari diet dan olahraga, mereka mungkin menjadi frustrasi yang berakibat pada ketidakpuasan terhadap tubuh."
Citra tubuh yang negatif bermasalah karena berbagai alasan.
"Harga diri sering kali terkait dengan persepsi tubuh seseorang," ujar Trekels.
Umumnya, hal ini terjadi pada perempuan dan anak perempuan.
Ketika citra tubuh negatif berkembang, itu adalah prediktor tinggi untuk gangguan makan dan depresi.
Statistik menggambarkan hal yang serius.
Perkiraan menunjukkan bahwa setengah dari anak perempuan dan remaja pra-remaja melaporkan ketidakpuasan terhadap tubuhnya.
Sebuah citra tubuh negatif di masa kanak-kanak juga cenderung bertahan sampai remaja.
Survei terbaru pada orang dewasa oleh badan amal Butterfly, yang menawarkan dukungan berbasis bukti untuk gangguan makan, menemukan 93% remaja yang mengembangkan ketidakpuasaan terhadap tubuhnya sejak dini, merasakan hal itu memburuk saat mereka menginjak masa remaja.
Apakah anak perempuan lebih berisiko?
Anak perempuan tampak lebih sering terpengaruh oleh masalah citra tubuh.
Hal ini mungkin sebagian disebabkan oleh fakta bahwa lebih banyak penelitian yang menampilkan anak perempuan, serta seberapa konsisten tubuh perempuan diobyektifkan dan diseksualkan sejak dini.
Penelitian pada anak laki-laki menunjukkan tingkat ketidakpuasan yang sama, meskipun citra ideal tubuh mereka cenderung sedikit berbeda, dengan fokus yang lebih besar pada keinginan untuk menjadi berotot, misalnya.
"Sungguh, setiap orang dapat mengalami ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh, tidak peduli seperti apa penampilan Anda di luar, itu adalah bagaimana Anda berpikir dan merasakannya," kata Stephanie Damiano, yang bekerja di Butterfly.
Trekels mencatat tren serupa: "Umumnya, kami menemukan efek yang lebih banyak atau lebih kuat pada anak perempuan dibandingkan anak laki-laki.
Namun, ini tidak berarti bahwa anak laki-laki tidak rentan mengalami pengaruh ini juga."
Salah satu alasan efeknya lebih kuat untuk anak perempuan mungkin karena, sejak usia dini, anak perempuan dan anak laki-laki disosialisasikan secara berbeda.
Anak perempuan sering diberi tahu bahwa nilai sosial mereka terletak pada seberapa menarik mereka, kata Rodgers.
"Bahwa tubuh mereka adalah untuk dilihat, mereka seharusnya berisi, patuh, dan tidak memakan terlalu banyak ruang," katanya.
"Anak laki-laki disosialisasikan untuk memahami bahwa tubuh mereka berfungsi, bahwa mereka kuat. Benar-benar pesan yang sangat berbeda."
Mengingat betapa luasnya pesan-pesan ini, apa yang dapat dilakukan orang tua untuk melawannya dan sebaliknya memelihara citra tubuh yang lebih murah hati, positif, dan memberdayakan?
Pertama, seperti yang sudah dibuktikan, cara orang dewasa berbicara tentang tubuh di sekitar anak-anak itu penting.
"Kami akan mendorong orang tua atau pendidik untuk tidak membuat komentar tentang citra tubuh, bahkan jika komentar itu positif sekalipun," kata McLean.
Sebaliknya, orang tua harus fokus pada apa yang disukai dan menarik bagi anak-anak, menempatkan "nilai lebih pada siapa diri mereka dan keterampilan serta bakat khusus mereka, serta mengurangi fokus pada penampilan mereka", kata Damiano.
Ini membantu anak-anak mendapatkan rasa kepuasan dan harga diri yang tidak terikat pada penampilan mereka.
Ini juga bisa berguna pada persepsi dan harga diri kita sendiri, mengingat penelitian menunjukkan betapa mudahnya mengirimkan rasa tidak aman yang kita rasakan.
Dukungan keluarga membuat perbedaan
Damiano juga merekomendasikan orang tua untuk menghindari berbicara tentang berat badan atau terus-menerus memberitahu anak-anak untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat.
"Semakin kita fokus pada berat badan yang lebih tinggi sebagai masalah, atau makanan tertentu sebagai sesuatu yang 'buruk', semakin banyak rasa bersalah, malu, dan ketidakpuasan terhadap tubuh yang mungkin dirasakan anak-anak."
Sebaliknya, orang tua dapat berbicara tentang olahraga sebagai hal yang penting untuk kesehatan dan kesejahteraan secara umum, daripada cara untuk menurunkan berat badan.
Keluarga juga dapat membiasakan mengonsumsi makanan sehat, daripada berbicara terang-terangan tentang makanan tertentu yang buruk bagi Anda.
Bagaimanapun, kita semua menyukai sesuatu yang menyenangkan, jadi tampaknya tidak menguntungkan jika mengajarkan anak-anak untuk merasa bersalah karena memilikinya.
Faktanya, menikmati hal-hal yang menyenangkan dianggap sebagai kunci untuk memiliki berat badan yang sehat.
Menonton acara memasak di TV yang menampilkan makanan sehat, juga dapat secara halus mendorong anak untuk mengonsumsi makanan yang lebih sehat.
Baca juga:
- Cara-cara yang efektif melawan perundungan di sekolah
- Apa itu 'anxiety', apa saja gejalanya, dan apa bedanya dengan depresi?
Hubungan keluarga dapat memainkan peran positif yang penting.
Penelitian menunjukkan bahwa hubungan yang baik antara ibu dan anak remajanya dapat mengurangi efek negatif dari penggunaan media sosial pada ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh.
Membatasi waktu anak-anak di media sosial dapat mengurangi kesempatan untuk "membandingkan penampilan" serta meningkatkan kesehatan mental.
Cara orang tua memberikan makna pada apa yang dilihat anak, juga sangat penting, kata Rodgers, karena dapat membantu anak memecahkan kode apa yang sebenarnya ditunjukkan oleh gambar.
Dan tentu saja, tidak semua media sosial itu buruk. Media sosial juga bisa menjadi sumber komunitas dan penyemangat.
Orang tua mungkin merasa bekerja sama dengan sekolah akan memberikan manfaat.
Program Butterfly Body Bright di Australia membantu anak-anak sekolah dasar mengembangkan citra tubuh yang positif dan pilihan gaya hidup.
Dalam program percontohan, citra tubuh anak-anak ditemukan membaik setelah menjalani satu pelajaran.
Program intervensi yang berfokus pada membangun harga diri juga telah menunjukkan keberhasilan.
Merefleksikan program-program ini dan pesan-pesan mereka bahkan dapat membantu orang tua meninjau kembali pemikiran mereka sendiri tentang berat badan dan tubuh, serta membuang kepercayaan yang sudah lama dipegang dan berbahaya.
Sementara itu, yang bisa kita lakukan di rumah, perubahan yang mudah, mungkin adalah berhenti sejenak setiap kali kita akan memuji penampilan anak, dan memikirkan hal lain yang kita sukai dari mereka, dan yang kita inginkan mereka untuk ketahui.
Alih-alih memberi tahu mereka "Aku suka gaunmu", lebih baik tersenyum dan memberi tahu mereka betapa senangnya kita melihat mereka, dan betapa menyenangkannya ketika mereka berada di dekatmu.
Versi bahasa Inggris artikel ini, How your family shapes your body imagedapat anda baca di lamanBBC Future.