Suara.com - Kerupuk kulit sering kali dijadikan makanan pelengkap saat menyantap nasi bagi kebanyakan orang Indonesia. Harga per bungkusnya juga relatif terjangkau, seperti jenis kerupuk lainnya.
Namun, di balik rasanya yang gurih dan renyah, masyarakat perlu waspada dengan peredaran kerupuk kulit hasil olahan produk barang gunaan, seperti sisa kulit bekas industri sepatu, tas maupun jaket.
Meskipun mungkin memang berasal dari kulit hewan, tapi sisa olahan produk itu berbahaya bagi tubuh karena sudah terkena proses penyamakan.
Auditor Senior LPPOM MUI Prof. Dr. Hj. Ir. Purwantiningsih M.S., menjelaskan bahwa penyamakan kulit merupakan suatu proses mengubah kulit mentah menjadi kulit tersamak (leather). Proses itu berguna untuk mengubah kulit yang bersifat labil dan mudah rusak oleh pengaruh fisik.
Baca Juga: Ibu di Jembrana Ini Olah Kulit Pisang yang Sering Tak Digunakan Jadi Kerupuk
Dengan sentuhan zat kimia dan biologi menjadikan kulit hewan jadi stabil terhadap penyusutan karena panas, pembusukan, pembengkakan, dan lain-lain. Pada prosesnya diperlukan bahan penyamak seperti seperti krom, zirconium, tawas putih, gluteraldehida, tannin, dan minyak atau lemak hewan.
"Untuk membuat kerupuk kulit berbahan limbah industri barang gunaan, biasanya kulit direndam selama beberapa hari dengan cuka untuk menghilangkan bau bahan kimianya. Kemudian kulit dipanggang, dijemur, dan direbus lagi. Kulit ini bisa diolah tidak hanya sebagai kerupuk kulit, tetapi pangan olahan lainnya," kata Purwantiningsih.
Bila akan diolah menjadi kerupuk kulit yang gurih, limbah kulit harus dijemur lebih lama, kemudian digoreng. Diakui Purwantiningsih kalau wujud kerupuk kulit berbahan limbah itu sulit dibedakan dengan kerupuk kulit asli.
Selain itu, kerupuk kulit juga bisa saja dibuat dari babi. Meskipun tidak seberbahaya yang terbuat dari limbah, tapi beredarnya kerupuk kulit babi bisa merugikan bagi umat muslim jika tidak ada label oasti non halal.
Bila teliti dengan melihat tekstur dan merasakan cita rasa kerupuk bisa ditemukan perbedaan ketiganya sebagai berikut:
Baca Juga: Kerupuk Kulit Sapi, Produk UMKM Magetan yang Eksis di Era Pandemi
Kerupuk Kulit Limbah Produksi
- Umumnya kulit limbah produksi lebih lembek, tidak berbau amis, dan bila digoreng tidak bisa semekar kerupuk kulit nonlimbah industri.
- Permukaan kulit cenderung halus atau licin, warna kerupuk lebih terang berkilau karena mengandung bahan kimia.
- Terasa bau bahan sintetis atau bahan kimiawi saat dikonsumsi, tenggorokan terasa gatal dan nyeri setelah memakan itu dan bila digoreng tidak mekar.
Kerupuk Kulit non Limbah
- Permukaan kulit kasar dan berpori-pori, warnanya agak gelap kecoklatan.
- Tidak terasa berbau atau aneh saat dikonsumsi, nyaman di tenggorokan, dan bila digoreng akan mekar.
- Kerupuk kulit sapi biasanya memiliki tekstur yang lebih kenyal dan padat.
- Kerupuk kulit sapi biasanya dijual dengan harga lebih mahal.
Kerupuk Kulit Babi
- Tekstur kulit babi lebih halus dan mudah hancur jika dimakan dengan makanan berkuah.
- Warna kulit babi lebih putih pucat dan tidak berwarna kecoklatan.
- Harga kerupuk kulit babi biasanya lebih murah daripada kerupuk kulit sapi. Juga jarang dijual di pasar tradisional.
Mengingat peredarannya cukup massif dan bisa dijangkau oleh semua kalangan konsumen, Purwantiningsih berharap agar pemerintah senantiasa mengawasi peredaran kerupuk kulit, termasuk memberikan edukasi akan pentingnya memilih kerupuk kulit yang halal.