Suara.com - Penggunaan cat kuku untuk menunjang penampilan lazim dilakukan. Cat kuku biasa diwarnai senada dengan make up hingga pakaian yang Anda gunakan.
Ketahui 5 fakta seputar cat kuku ini, seperti yang sudah dirangkum Suara.com.
1. Maksimal 7 Jam
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin dr. Kartika Ruchiatan, Sp.KK(K) mengatakan sebaiknya pewarna kuku atau kuteks digunakan paling lama satu pekan atau 7 hari.
Baca Juga: 5 Artis Lelaki Mengikuti Trend Pakai Kuteks, Ada Jefri Nichol dan Putra Umi Pipik
"Tidak berlama-lama, kita memakai pewarna kuku hanya di waktu tertentu saja. Barangkali tidak lebih dari seminggu sudah kita hapus," ujar dr. Kartika dalam IG Live @Pedoski beberapa waktu lalu.
2. Efek samping cat kuku
Apabila terlalu sering menggunakan kuteks, baik yang menggunakan pewarna alami seperti dedaunan, maupun menggunakan pewarna kimia seperti kuteks, bisa merusak kesehatan kuku.
Salah satunya adalah kuku yang terlihat kusam atau menghitam, dan bisa menyulitkan pemeriksaan kesehatan kuku dan kulit oleh dokter.
"Akhirnya bisa menganggu berbagai macam pemeriksaan. Atau menutupi kondisi yang sebenarnya dari kesehatan kita yang secara umum," terang dr. Kartika.
Baca Juga: Beberapa Rekomendasi Kuteks Halal yang Bisa Dipakai Wudhu
3. Bahan yang aman untuk menghapus
Kombinasi aseton dan petroleum jelly menjadi bahan paling aman untuk menghapus cat kuku.
4. Cara menghapus cat kuku
Oles tipis petroleum jelly pada setiap kutikula dan kulit sekitar untuk melindungi kulit terkena aseton.
Siapkan potongan kapas yang telah dibasahi aseton sebelumnya sesuai dengan ukuran tiap kuku. Hal ini tentu saja untuk menghindari risiko kontak kulit dengan aseton.
Letakkan potongan kapas aseton di atas permukaan. Bila diperlukan bungkus kuku dengan plastik wrap selama 10 menit, hindari membungkus terlalu ketat.
Hapus cat kuku secara lembut menggunakan handuk hangat. Hindari menggosoknya terlalu kuat dan jangan mengenai kulit sekitar.
5. Cat kuku bahan tradisional
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, dr. Kartika Ruchiatan, Sp.KK(K), M.Kes, FINSDV, mengatakan pewarna alami dari dedaunan lebih rendah risiko mengiritasi kulit dan kuku dibandingkan kuteks.
"Kuteks tradisional itu, secara bahan karena dia organik, tidak ada jenis kimia yang terlalu iritatif, dibandingkan dengan pewarna yang memang tersedia," ujar dr. Kartika dalam Live IG @perdoski Rabu (25/2/2021).
Sayangnya, pewarna kuku tradisional yang biasa berasal dari dedaunan ini memiliki kelemahan, yaitu menyulitkan para dokter mendeteksi adanya satu menyakit melalui kuku, lantaran lempengan kukunya yang berubah warna.