Suara.com - Meski sama-sama pertunjukan seni pentas, tapi ada perbedaan dasar dalam proses pembuatan film dan teater menurut perspektif Sutradara Yusril Katil.
Menurut Yusril perbedaan film dengan teater yaitu film lebih mengandalkan trik yang dibantu teknologi, dibandingkan pentas teater hanya hanya benar-benar mengandalkan aktor dan aktrisnya di atas panggung.
"Di teater itu betul betul pergerakan aktor tidak ada yang lain yang bisa dikerahkan. Nah makanya teater lebih totality, dan film iya total juga tapi dia lebih banyak dibantu teknologi," ujar Yusril kepada suara.com di Ciputra Artpreneur, Jakarta Selatan beberapa waktu lalu.
Perbedaan lainnya yang sangat terlihat yaitu proses pasca produksinya, jika teater benar-benar selesai setelah pementasan atau aktor berakting. Maka proses produksi film perlu melalui proses editing.
Baca Juga: 8 Potret Andrew Garfield Liburan di Bali, Ramah saat Diajak Foto Bareng Warga Lokal
"Pasca produksi, editing yang itu berperan banyak dalam hal misal memperkuat film. Tetapi persoalannya adalah totalitasnya mungkin lebih totalitas di theater karena tidak ada cut two, cut three karena kesalahan tidak bisa diulang," ujar Yusril.
Selebihnya proses sebelum produksi antara film dan teater hampir serupa, yaitu ada proses casting, reading, hingga pendalaman peran.
"Jadi (kalau film) mata penonton digantikan oleh lensa, jadi kalau di sini bukan aktornya yang blockng movement tapi yang blocking movement justru kamera, jadi bisa bawa penonton kemana-mana," tutup Yusril.
Yusril sendiri ada sutradara teater Under The Volcano yang akan tayang pada 27 Agustus 2022 di Ciputra Artpreneur Gallery. Menceritakan tentang masyarakat yang kehidupannya di bawah bayang-bayang bencana gempa dan letusan gunung merapi.
Menariknya meski ini adalah pementasan teater bertaraf internasional, tapi bahasa yang digunakan adalah bahasa Minangkabau, dengan logat, artikulasinya yang kuat dan jelas. Meskipun disediakan teks bahasa Indonesia dan bahasa Inggris di layar kiri dan kanan.
Baca Juga: Review Film Jepang Chihayafuru Part 1: Kami no Ku, Kisah Klub Permainan Tradisional Jepang