Apa Itu Resesi Seks? Ini Dampak Efek Negatifnya

Rifan Aditya Suara.Com
Jum'at, 19 Agustus 2022 | 06:50 WIB
Apa Itu Resesi Seks? Ini Dampak Efek Negatifnya
apa itu resesi seks - Ilustrasi pasangan - Resesi Seks (Unplash)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Baru-baru ini, ramai diperbincangkan ‘resesi seks’ yang belakangan ini menghantui China. Secara sederhana, resesi seks sendiri merupakan turunnya gairah berhubungan seks, menikah, atau memiliki anak. Lantas apa itu resesi seks?

Adanya resesi seks yang terjadi di China tersebut menyebabkan angka kelahiran terus merosot, bahkan kabarnya diprediksi akan kembali mencetak rekor di tahun ini.

Mengutip dari berbagai sumber, per tahun 2021, angka kelahiran berada di 7,52 per 1.000 individu, hal tersebut merupakan angka terendah yang terjadi di negara tersebut sejak tahun 1949. Data terbaru di tahun 2022 menyebutkan bahwa angka mencapai 11,5 persen lebih rendah dari tahun lalu.

Secara garis besar, penyebab utama adanya resesi seks di negara tersebut yaitu permasalahan ekonomi, dan semakin banyaknya wanita yang menganggap pernikahan dan memiliki keluarga bukanlah suatu hal yang penting.

Baca Juga: Petinggi Partai Komunis China Divonis Mati Sebab Terbukti Terima Suap, Semua Hartanya Juga Disita Negara

Lantas, apa sebenarnya resesi seks itu sendiri? Seperti apa efek atau dampak negatif dari resesi seks? Simak informasi yang telah dirangkum oleh Suara.com berikut ini.

Arti Resesi Seks

Diketahui, resesi seks diartikan sebagai merosotnya gairah pasangan untuk melakukan hubungan seksual, menikah, hingga memiliki anak.

Fenomena tersebut ternyata tidak hanya dialami oleh negara China saja, tetapi juga terjadi di beberapa negara lain. Fenomena tersebut menimbulkan masalah demografi yang serius, dan memberikan dampak terhadap berbagai aspek kehidupan.

Faktor-faktor Resesi Seks

Baca Juga: Mantan Petinggi Partai Komunis China Dihukum Mati Karena Kasus Suap

Melansir dari The Atlantic, fenomena resesi seks sendiri secara umum bisa terjadi karena sejumlah faktor, yaitu:

1. Menemukan kesenangan dengan cara lain

Salah satu faktor yang menyebabkan adanya fenomena resesi seks diketahui karena saat ini, sangat mudah untuk manusia melakukan dan mencari kesenangan dengan cara yang lain tanpa melakukan hubungan seksual dengan lawan jenisnya.

Mengutip dari berbagai sumber, dari tahun 1992 hingga tahun 1994, sejumlah pria di Amerika melaporkan masturbasi dalam minggu tertentu meningkat dua kali lipat menjadi 54 persen.

Tidak terkecuali jumlah wanita yang melakukan masturbasi meningkat lebih dari tiga kali lipat, menjadi 26 persen.

Menyadur dari artikel Economist, tidak hanya Amerika dan China, kaum muda yang ada di negeri Sakura juga memiliki pandangan tersendiri pada seks. Beberapa kaum muda memandang seks sebagai mendokusai atau “melelahkan”. 

Oleh karenanya, sebagian dari mereka kerap mengunjungi toko onakura untuk melakukan masturbasi di depan karyawan wanita.

2. Adanya pandangan bahwa seks menyakitkan

Tidak hanya itu, penyebab adanya resesi seks adalah adanya pandangan bahwa seks menyakitkan.

3. Masalah Ekonomi

Permasalahan ekonomi juga menjadi salah satu faktor adanya resesi seks. Para pria dengan pendapatan lebih rendah atau tanpa pekerjaan cenderung tidak aktif melakukan aktivitas seksual, termasuk para pria dan wanita yang masih berstatus pelajar.

4. Tingkat pernikahan yang rendah

Penyebab lain yang menjadi faktor adanya resesi seks adalah tingkat pernikahan yang cenderung menurun.

5. Fokus kerja dan kelelahan

Kemungkinan lain yang disebutkan menjadi faktor adanya resesi seks adalah stres kerja dan kelelahan. Orang-orang bekerja sepanjang hari dan menghadapi hari yang lelah dan berat, dan pada akhirnya mereka terlalu lelah untuk mendapatkan mood terlebih untuk melakukan hubungan seksual.

Efek Negatif Resesi Seks

Lantas, apa saja efek atau atau dampak negatif dari resesi seks?

Efek resesi seks sendiri tentu saja memicu rendahnya angka kelahiran, hal tersebut menyebabkan populasi terancam menyusut. 

Hal yang kemudian dikhawatirkan adalah populasi lansia yang akan lebih mendominasi di masa mendatang, sementara usia produktif terus berkurang sehingga memiliki risiko pada aspek sosial, hingga ekonomi.

Kontributor : Syifa Khoerunnisa

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI