Rayakan Pekan Menyusui Dunia 2022: AIMI Setuju Cuti Melahirkan 6 Bulan, Tapi Ada Syaratnya!

Kamis, 04 Agustus 2022 | 09:16 WIB
Rayakan Pekan Menyusui Dunia 2022: AIMI Setuju Cuti Melahirkan 6 Bulan, Tapi Ada Syaratnya!
Ilustrasi Cuti Melahirkan 6 Bulan. (Shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Beberapa waktu lalu, marak wacana DPR RI yang inging menambah cuti hamil dan cuti melahirkan menjadi 6 bulan. Menanggapi hal ini, Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI), Nia Umar, mengaku setuju dengan wacana tersebut, namun dengan syarat tertentu.

Ia mengatakan pemberian cuti hamil dan cuti melahirkan 6 bulan harus dilihat dari berbagai aspek, karena hingga saat ini masih memicu perdebatan.

Salah satunya, kata Nia Umar, terkait dengan cuti melahirkan untuk suami atau para ayah yang juga harus dibicarakan, karena disebut juga akan mendapat cuti.

"Cuti suami ini juga perlu dibicarakan, dan seberapa lama serta aturannya harus jelas dan dikaji, karena ibu melahirkan juga butuh pendampingan suami," ujar Nia saat dihubungi suara.com, Rabu (4/8/2022).

Baca Juga: Pekan Menyusui Sedunia 2022: WHO Sebut ASI Eksklusif Jadi Kunci Penurunan Stunting di Indonesia

Selanjutnya, ia juga mengungkap cuti hamil dan cuti melahirkan 6 bulan ini disebut akan memberatkan perusahaan dengan sistem upah atau gaji yang full. Inilah sebabnya, Nia menyarankan agar pemerintah untuk ikut memberikan bantuan.

"Jadi misalnya, negara juga ikut menanggung sebagian biaya, bisa dengan melalui program JKN (jaminan kesehatan nasional)," ungkapnya.

Adapun tujuan dari pemberian cuti hamil dan cuti melahirkan 6 bulan ini untuk memastikan anak mendapatkan ASI eksklusif, dan mempererat bonding ibu dan ayah dengan anaknya.

Apalagi memastikan anak mendapatkan ASI eksklusif ini sudah diakui organisasi kesehatan dunia atau WHO bisa menurunkan risiko anak stunting, yang saat ini masih jadi momok di Indonesia.

"Inisiasi menyusu dini dan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan memberikan perlindungan terhadap infeksi saluran cerna dan kandungan gizi yang diperlukan untuk mencegah stunting,” ujar Dr. N. Paranietharan melalui keterangan pers WHO Indonesia, beberapa waktu lalu.

Baca Juga: Pekan Menyusui Sedunia 2022: WHO Soroti ASI Eksklusif dan IMD yang Menurun di Indonesai

Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita atau bayi di bawah 5 tahun akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya.

Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir, akan tetapi kondisi stunting baru nampak setelah anak berusia 2 tahun.

Adapun pada 2021, pemberian ASI eksklusif bayi berusia kurang dari 6 bulan di Indonesia masih sebesar 69 persen. Meski sudah melampaui target 2021 yang sebesar 45 persen, tapi tetap ada beberapa daerah dengan cakupan ASI eksklusif rendah.

Sebagian besar wilayah, masih memiliki persentase ASI eksklusif di bawah rata-rata nasional, seperti Papua dengan 11,9 persen, Papua Barat dengan 21,4 persen, dan Sulawesi Barat dengan 27,8 persen.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI