Ini Alasan Mengapa Kita Lebih Menyukai Cerita dengan Happy Ending

Vania Rossa Suara.Com
Sabtu, 30 Juli 2022 | 12:23 WIB
Ini Alasan Mengapa Kita Lebih Menyukai Cerita dengan Happy Ending
ilustrasi happy, bahagia (sumber:pexels/fillipegomes)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Ketika membaca buku atau menonton film, tak sedikit orang mengharapkan akhir yang bahagia atau happy ending bagi tokoh utamanya. Akhir cerita yang dibuat open ending atau sad ending, sering kali membuat kita kecewa, karena tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Contohnya saja pada drama Korea 'Twenty Five, Twenty One' yang tayang perdana pada bulan Februari lalu, Drama yang berhasil menarik perhatian penikmat drakor ini memiliki ending yang membuat banyak orang kecewa, karena Na Hee Do yang diperankan oleh Kim Tae Ri dan Baek Yi Jin yang diperankan oleh Nam Joo Hyuk tidak berakhir bersama.

Tidak hanya itu saja, penonton juga menilai bahwa akhir dari dramanya masih meninggalkan beberapa pertanyaan dan penjelasan yang belum tuntas, sehingga sebagian besar merasa kecewa.

Memang, bukan tugas yang mudah bagi penulis, baik penulis skenario film maupun penulis novel, untuk membuat cerita dengan ending yang dapat dinikmati dan memuaskan para penonton maupun pembacanya.

Baca Juga: SCENE 2022 Jadi Momentum Industri Televisi Temukan Ide Cerita Inovatif Baru

Dalam rangkaian event Kontes Menulis Novel “Looking for Happy Ending” yang diadakan oleh Cabaca dan berkolaborasi dengan Amanasa Indonesia dan Canva, Cabaca mengadakan webinar bertajuk Looking for Happy Ending, Menyederhanakan Bahagia, Membingkainya dalam Cerita yang diadakan pada hari Minggu, 24 Juli 2022.

Webinar ini dihadiri oleh salah satu Psikolog Klinis dari Amanasa Indonesia, yaitu Anna Deasyana M.Psi., Psikolog sebagai narasumber pertama, dan juga penulis Arumi E. sebagai narasumber kedua yang sudah menulis kurang lebih 35 novel dan dua di antaranya sudah diadaptasi menjadi sebuah film.

Pada kesempatan itu Anna Deasyana M.Psi., Psikolog menuturkan jika Indonesia berada di peringkat 87 dari 146 negara sebagai negara paling bahagia menurut the global happiness index. Sedangkan negara Firlandia menempati peringkat pertama selama lima tahun berturut-turut sebagai negara paling bahagia. Anna menjelaskan jika hal yang sederhana dapat membuat kita bahagia, ini dapat disadari melalui kita yang membantu orang menemukan makna hidupnya ataupun sebaliknya.

“Kebahagiaan bukan hasil akhir, tapi proses jangka panjang. Dan penting untuk menemukan cara mengelola ketidakbahagiaan. Sifat kebahagiaan itu subjektif dan naik turun, jadi level kebahagiaan itu kita yang buat sendiri.” Jelas Anna saat menjawab pertanyaan dari salah satu peserta yang hadir.

Pemahaman mengenai happiness tidak hanya dari sisi psikolog, namun pemaparan berlanjut dari sisi penulis yang disampaikan oleh Arumi E. yang menjelaskan sebagian besar pembaca pasti mengharapkan happy ending dari cerita yang ia baca. Bahkan tidak sedikit pembaca yang menanyakan akhir dari ceritanya lebih dulu untuk memutuskan akan membaca atau tidak.

Baca Juga: Cerita Tentang Apa Film Elektra di Bioskop Trans TV, Ini Sinopsis saat Jennifer Garner Balas Dendam

Arumi E. memaparkan juga bentuk-bentuk dari ending sebuah cerita hingga tips bagaimana membuat ending cerita yang menarik.

“Ending cerita yang bagus adalah ending yang masuk akal dan berkesan bagi para pembacanya.” Jelas Arumi E.

Webinar yang diadakan secara gratis untuk umum ini diharapkan dapat memberikan insight lebih jauh mengenai topik kebahagiaan, khususnya menjadi sebuat referensi bagi para penulis yang akan mengikutsertakan naskahnya dalam Kontes Menulis Novel “Looking for Happy Ending”.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI