Suara.com - Taman Nasional Komodo menjadi destinasi wisata yang banyak dikunjungi oleh turis lokal maupun internasional. Sayangnya, hal ini justru bisa menjadi ancaman bagi ekosistem di Taman Nasional Komodo karena minimnya kesadaran wisatawan akan pengetahuan lingkungan pada destinasi yang dituju.
Untuk itu, destinasi wisata yang berlokasi di Nusa Tenggara Timur (NTT) ini memerlukan adanya program konservasi dan penerapan pariwisata berkelanjutan dalam menunjang kelestarian mutu destinasi. Hal ini berguna untuk mempertahankan ekosistem makhluk hidup di dalamnya.
Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Pertama, Emil Salim menyampaikan bahwa suatu binatang tidak bisa hidup sendiri, melainkan ia bergantung pada ekosistem di sekitarnya.
"Kita diwarisi oleh Tuhan Mahakuasa kekayaan alam yang tidak ada duanya di dunia. Tidak ada di tempat lain di dunia ini, kecuali di Indonesia. Maka tanggung jawab kita sebagai Bangsa Indonesia memelihara anugerah Allah yang diberikan kepada tanah air Indonesia," ucap Emil dalam audiensi Daya Dukung Daya Tampung berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo bersama Tim Pelaksana Penguatan Fungsi Taman Nasional Komodo pada Kamis (7/7/2022) lalu.
Baca Juga: Presiden Jokowi Resmikan 2 Infrastruktur Karya Abipraya di Labuan Bajo
Ke depannya, strategi pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak hanya menjadikan jumlah wisatawan sebagai patokan, tapi juga berapa besar toleransi yang dapat diterima oleh ekosistem komodo dan makhluk hidup lainnya. Selain itu, harga masuk perlu dinaikan sebagai kompensasi untuk mengembalikan apa yang hilang dari ekosistem Komodo dan makhluk hidup lainnya di kawasan.
Bukan hanya untuk mewujudkan pariwisata yang bertanggung jawab, melainkan mengedepankan prinsip serta praktik konservasi dalam melestarikan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ada duanya.
Kepadatan pariwisata yang terjadi di Taman Nasional Komodo secara tidak langsung dapat mempengaruhi kelangsungan hidup Komodo dan makhluk hidup lainnya. Diperoleh dari hasil kajian, bahwa kapasitas ideal Taman Nasional Komodo dalam menampung wisatawan ialah sebanyak 219 ribu dan maksimal sebanyak 292 ribu kunjungan per tahun.
Angka ini dilihat dari panjang jalur terpendek trekking, lama berjalan rata-rata wisatawan, lama berkunjung wisatawan dan tingkat kenyamanan berwisata serta dengan mempertimbangkan Nilai Jasa Ekosistem didalamnya.
Jika jumlah kunjungan lebih dari nilai maksimal dapat menyebabkan Jasa Ekosistem berkurang, mulai dari Jasa Ekosistem Sumberdaya Genetik, Jasa Ekosistem Biodiversitas, Jasa Ekosistem Penyediaan Air Bersih, Jasa Ekosistem Pengaturan Iklim, Jasa Ekosistem Produksi Primer (Oksigen), Jasa Ekosistem Ruang Hidup, Jasa Ekosistem Ecotourism, Jasa Ekosistem Estetika dan lainnya.
Baca Juga: 5 Fakta Kenaikan Harga Tiket Masuk Taman Nasional Komodo Jadi Rp3,75 Juta
"Maka dari itu, sudah saatnya untuk kita membuka mata dan bekerja sama dalam mewujudkan pariwisata yang berkelanjutan serta melestarikan ekosistem makhluk hidup didalamnya. Kedepannya, semua hasil kajian akan dipublikasikan dalam bentuk jurnal internasional dan buku hasil kajian yang dapat diakses dan dibaca oleh khalayak umum," ungkap Irman Firmansyah, yang memimpin Tim Kajian Daya Dukung Daya Tampung Berbasis Jasa Ekosistem di Taman Nasional Komodo.