Berdasarkan hal itu, Prof. Emil menyarankan orientasi terhadap komodo harus berubah. Komodo bukan sebagai objek turis saja tapi sebagai makhluk unik.
Dalam audiensi tersebut, Prof Emil juga menyampaikan bahwa suatu binatang tidak bisa hidup sendiri, melainkan ia bergantung pada ekosistem di sekitarnya. Sementara, kita sering kali sembarangan mengakses habitatnya, termasuk membuang sampah sembarangan hingga melakukan penggunaan lahan.
“Tidak ada yang peduli pada dampak dari penggunaan lahan, perubahan iklim, suhu, serta alam. Tidak ada yang peduli. Yang penting wisatawan dapat hotel, dapat berwisata, dan dapat naik kapal. Apakah ada yang peduli dengan komodo? Tidak ada. Yang penting uang, uang, dan uang.” ucap Prof Emil
Maka dari itu, ke depannya, strategi pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak hanya menjadikan jumlah wisatawan sebagai patokan, melainkan berapa besar toleransi yang dapat diterima oleh ekosistem komodo dan makhluk hidup lainnya.
Selain itu, harga masuk perlu dinaikan sebagai kompensasi untuk mengembalikan apa yang hilang dari ekosistem Komodo dan makhluk hidup lainnya di kawasan. Tidak hanya untuk mewujudkan pariwisata yang bertanggung jawab, tetapi juga mengedepankan prinsip serta praktik konservasi dalam melestarikan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ada duanya.
"Perlakukan Komodo sebagai binatang yang terhormat dan luhur. Jangan rombak pulau, jangan datangkan wisata demi perut semata." tutup Prof Emil