Suara.com - Minat generasi muda untuk kuliah di luar negeri semakin meningkat. Terlebih, hal ini didukung dengan semakin banyaknya kesempatan untuk mendapatkan beasiswa kuliah.
Sebuah survei menunjukkan bahwa di antara banyaknya pilihan negara sebagai tempat untuk melanjutkan studi, Inggris menduduki peringkat atas atau sebanyak 50% yang dipilih mahasiswa Indonesia. Kemudian diikuti oleh Australia 22%, Jepang 17%, dan Amerika 16%.
Studi lanjutan yang dilakukan oleh Wise (2022) menemukan bahwa reputasi akademik yang unggul (76%), lingkungan yang ramah (56%), dan metode pengajaran yang berkualitas tinggi (49%) merupakan faktor terpenting ketika mahasiswa Indonesia memilih Inggris sebagai tujuan yang mereka pilih untuk kuliah di luar negeri.
Namun, mengelola keuangan pribadi dan menavigasi biaya hidup yang tinggi di luar negeri di Inggris adalah tantangan yang lebih besar dari yang diharapkan. Survei terbaru Wise yang melibatkan 225 anggota Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) London ini bertujuan untuk lebih memahami alasan dan tantangan mereka ketika studi di Inggris.
Baca Juga: Walau dengan Privilege Seadanya, Ini Tips Gapai Impian Kuliah di Luar Negeri
Pada survei ini, ditemukan beberapa fakta:
- Jurusan bisnis (21%) menduduki jurusan yang paling populer, diikuti oleh jurusan teknik (15%), jurusan ekonomi (12%), jurusan hukum (8%), dan jurusan akuntansi (8%)
- 3 dari 4 responden (75%) merasa bahwa pengalaman mereka selama kuliah di Inggris telah melebihi harapan mereka, sementara 48% responden berencana untuk mencari pekerjaan di negara tersebut setelah lulus
- Alasan paling umum yang diberikan responden untuk memilih kuliah di luar negeri adalah untuk meningkatkan kemampuan kerja mereka (82%) dan untuk memperdalam pengetahuan mereka pada jurusan yang mereka sukai (75%)
Kesenjangan antara ekspektasi vs realita ketika kuliah di luar negeri
Menariknya, survei juga menunjukkan kesenjangan antara apa ekspektasi mahasiswa tentang kehidupan ketika kuliah di luar negeri dan kenyataannya. Ketika ditanya tentang kekhawatiran mereka sebelum pergi ke luar negeri, 62% responden mengatakan bahwa mereka mengira homesick atau rindu akan rumah menjadi tantangan yang paling utama. Namun, kenyataannya hanya setengah (50%) yang merasa hal ini benar selama mereka berada di luar negeri.
"Sebelum mulai kuliah di London, saya tidak menyadari bahwa mengelola keuangan di luar negeri menjadi salah satu hal penting yang perlu dipersiapkan mahasiswa internasional. Apalagi dengan adanya perbedaan nilai tukar mata uang yang besar antara Rupiah dan Poundsterling, maka 1 Poundsterling sangat berharga bagi kami." terang Dhita Mutiara Nabella, Mahasiswa S2 di University College London dan Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia di London (PPI London)
Sebelum berangkat ke luar negeri, sebanyak 24% mahasiswa khawatir tentang pengelolaan keuangan dengan biaya hidup yang tinggi. Namun setelah mereka berada di luar negeri, kekhawatiran tersebut meningkat menjadi 66%, yang mencerminkan bahwa mahasiswa tidak terlalu mempertimbangkan kenyataan keuangan kuliah di luar negeri.
Baca Juga: 5 Rekomendasi Beasiswa Fully Funded untuk Lanjut Studi di Luar Negeri
Hampir tidak ada mahasiswa yang mengantisipasi biaya kuliah (1%) dan selisih nilai tukar mata uang (4%) sebelum berangkat ke luar negeri. Padahal, kedua faktor tersebut sangat mempengaruhi kemampuan finansial mereka saat berada di luar negeri (biaya kuliah 31% dan selisih mata uang 26%).
Kesulitan transfer uang ke luar negeri menambah masalah keuangan mahasiswa
Berdasarkan hasil survei, mayoritas mahasiswa internasional memiliki kesulitan dalam mengelola keuangan pribadi, salah satunya ketika transfer uang ke luar negeri. Biaya transfer yang tinggi (50%) muncul sebagai tantangan utama, diikuti dengan lambatnya durasi transfer uang sampai ke tujuan (41%).
Faktanya, 7 dari 10 mahasiswa (73%) setuju bahwa biaya tinggi dan biaya tersembunyi merupakan hal yang tak terduga ketika melakukan transaksi, sehingga hal tersebut berdampak negatif terhadap keuangan mereka.
Selain itu, ditemukan bahwa sebanyak 58% responden perlu mengirim uang untuk keluarga di negara asalnya setidaknya sebulan sekali, sehingga ada peluang yang besar bagi Wise dalam membantu mahasiswa mengatasi kesulitan terkait transfer uang dari dan ke luar negeri.
“Survei ini menunjukkan bahwa hambatan finansial merupakan tantangan utama yang tak terduga yang dialami mahasiswa Indonesia ketika kuliah di luar negeri. Transaksi mata uang asing, seperti transfer uang atau saat menggunakan kartu bank lokal di luar negeri, seringkali dikenakan biaya mahal dan berbagai biaya tersembunyi lain yang tidak disadari,” jelas Elian Ciptono, Country Manager Wise Indonesia, mengutip siaran pers yang diterima Suara.com.
Elian melanjutkan, mahasiswa menaruh harapan yang lebih tinggi pada layanan keuangan sebelumnya. Sebanyak 95% mahasiswa yang disurvei mengatakan mereka ingin biaya layanan transfer uang ke luar negeri yang lebih murah dan efisien. “Misi Wise adalah menyediakan layanan transfer uang internasional yang cepat, murah, nyaman, dan transparan sehingga mahasiswa bisa fokus untuk mendapatkan hasil maksimal dari pendidikan mereka di luar negeri,” tutupnya.