Suara.com - Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Pertama (1978 - 1993), Prof H Emil Salim, MA, PhD ikut angkat suara terkait dengan kenaikan biaya konservasi Taman Nasional Komodo. Sebagai pada masa jabatannya informasi masa jabatannya menetapkan Taman Nasional Komodo sebagai salah satu Taman Nasional pertama di Indonesia.
Ia menegaskan bahwa Taman Nasional Komodo merupakan wisata yang berbeda dengan wisata Bali, wisata kebudayaan atau wisata tempat lain.
"Wisata komodo adalah wisata dengan living creature yang unik yang merupakan binatang yang historis." ujarnya dalam keterangannya, Kamis, (21/7/2022).
Prof Emil menambahkan wisata komodo adalah wisata dengan nyawa hewan. Bukan wisata barang mati seperti Borobudur atau lainnya. Komodo adalah makhluk hidup yang keunikannya justru menjadi daya tarik. "Nah jika demikian halnya, maka komodo sebagai makhluk hidup, harus kita pertahankan," ujarnya.
Baca Juga: Jokowi Ke Labuan Bajo, Pengusaha Travel Minta Presiden Batalkan Kenaikan Harga Tiket Masuk TN Komodo
![Taman Nasional Pulau Komodo. (Dok: Kemenparekraf)](https://media.suara.com/pictures/original/2022/07/05/71343-taman-nasional-pulau-komodo.jpg)
Karena itu, lanjutnya, strategi pariwisata di daerah komodo jangan diletakkan pada jumlah kuantitas tamu, tapi pada keterbatasan kualitas tamu.
"Maka jangan jumlah pengunjung menjadi kriteria. Yang menjadi objek wisata adalah makhluk hidup, bukan barang mati. Apabila ekosistemnya terganggu bisa mengganggu ekuilibrium kehidupan komodo, yang mana kita tidak punya ahlinya," paparnya.
Menurutnya, selama ini komodo dianggap objek yang berhak dimanfaatkan, tak peduli ekosistem berubah atau tidak. Tidak peduli berapa pengunjung yang datang. Binatang tidak hidup sendiri, bergantung pada ekosistem di sekitarnya. Sedangkan kita masih melakukan pembangunan, tak peduli dengan dampak lingkungan.
“Saya mungkin sebentar lagi tidak ada lagi. Bapak Ibu juga nanti tidak akan ada. Tapi Komodo harus tetap ada. Kita diwarisi oleh Tuhan Mahakuasa kekayaan alam yang tidak ada duanya di dunia. Tidak ada di tempat lain di dunia ini, kecuali di Indonesia. Maka tanggung jawab kita sebagai Bangsa Indonesia memelihara anugerah Allah yang diberikan kepada tanah air Indonesia,” ucap Prof Emil.
Ia melanjutkan, komodo adalah makhluk pemberian Allah yang jutaan tahun usianya. Komodo terlalu luhur untuk menjadi objek semata. Dia adalah simbol dari anugerah Tuhan untuk mengingatkan manusia, bahwa masyarakat pernah dan harus mengenal makhluk hidup yang sudah ada dari jutaan tahun lalu.
"Karena itu, NTT, memikul tanggung jawab yang amat berat. Memelihara komodo bukan hanya demi komodo saja, tapi demi pemahaman bangsa, anak cucu kita, pada kejayaan tanah air kita, yang dipilih oleh Allah SWT, sebagai tempat tinggal komodo, hewan purba yang usianya diperkirakan sudah ribuan tahun. Semoga kita semua ikut merasa bertanggung jawab memelihara komodo
Berdasarkan hal itu, Prof Emil menyarankan orientasi terhadap komodo harus berubah. Komodo bukan sebagai objek turis saja tapi sebagai makhluk unik. "Ribuan tahun masih hidup di Republik Indonesia ini. Masha Allah, ini adalah kekayaan luar biasa," ujarnya.
Lebih lanjut, Prof Emil juga menyampaikan bahwa suatu binatang tidak bisa hidup sendiri, melainkan ia bergantung pada ekosistem di sekitarnya, sementara kita sembarangan mengakses habitatnya. Termasuk membuang sampah sembarangan hingga melakukan penggunaan lahan.
“Tidak ada yang peduli pada dampak dari penggunaan lahan, perubahan iklim, suhu, serta alam. Tidak ada yang peduli. Yang penting wisatawan dapat hotel, dapat berwisata, dan dapat naik kapal. Apakah ada yang peduli dengan komodo? Tidak ada. Yang penting uang, uang, dan uang.” ucap Prof Emil
Maka dari itu, kedepannya strategi pengelolaan Taman Nasional Komodo tidak hanya menjadikan jumlah wisatawan sebagai patokan, melainkan berapa besar toleransi yang dapat diterima oleh ekosistem komodo dan makhluk hidup lainnya.
Selain itu, harga masuk perlu dinaikan sebagai kompensasi untuk mengembalikan apa yang hilang dari ekosistem Komodo dan makhluk hidup lainnya di kawasan. Tidak hanya untuk mewujudkan pariwisata yang bertanggung jawab, tetapi juga mengedepankan prinsip serta praktik konservasi dalam melestarikan kekayaan bangsa Indonesia yang tidak ada duanya.
"Perlakukan Komodo sebagai binatang yang terhormat dan luhur. Jangan rombak pulau, jangan datangkan wisata demi perut semata." tutup Prof Emil