Suara.com - Kualitas udara di Jakarta sempat jadi yang terburuk di dunia pada pertengahan Juni lalu. Pada laman IQAir, Rabu (22/6), tercatat kalau indeks pencemaran udara di Jakarta berada di angka 163 dan masuk dalam kategori tidak sehat.
Sementara konsentrasi PM 2.5 atau partikel udara berukuran lebih kecil dari 2,5 mikronmeter di udara Jakarta berada di angka 78,5 µg/m³. Artinya, kualitas udara Jakarta saat itu hampir 16 kali lipat lebih buruk dari standar kualitas udara tahunan yang aman dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Pada aplikasi pengukur kualitas udara, Nafas Indonesia bahkan mencatat bahwa selama Juni 2022, tidak ada satu satu hari pun udara sehat di Jakarta.
"Rata-rata hariannya bisa 16 kali di atas standar WHO. Jika dilihat dari trend polusi PM2.5 di DKI akan lebih naik selama musim panas," kata Co-founder Nafas Indonesia Piotr Jakubowski.
Baca Juga: Kualitas Udara Terburuk, Jakarta Peringkat Pertama Kota Paling Berpolusi di Indonesia
Saat dibandingkan dengan kualitas udara di wilayah Bodetabek, ternyata juga sama tidak sehatnya. Menurut Piotr, kondisi itu menandakan bahwa polusi di Jabodetabek sebenarnya saling bertukar salah satunya karena faktor angin.
Piotr menekankan bahwa polusi udara sebenarnya akan berimplikasi terhadap masalah kesehatan. Ibu hamil dan anak-anak termasuk kelompok paling rentan terhadap pencemaran polusi udara yang bisa menyebabkan kerusakan paru, gangguam pernapasan, masalah perkembangan kognitif, bahkan juga kecacatan pada janin.
Meski kesadaran terhadap pencemaran udara saat ini semakin luas dipublikasikan, Nafas Indonesia mencatat masih ada informasi yang salah kaprah dipersepsikan publik, tiga di antaranya sebagai berikut:
1. Kualitas udara paling bagus saat pagi hari karena kendaraan di jalan masih sedikit
Kenyataannya, berdasarkan hasil pemantauan air monitoring Nafas Indonesia di wilayah Jabodetabek, ditemukan bahwa PM2.5 tertinggi justru berada pada pukul 12 malam hingga 9 pagi. Hal itu juga semakin diperkuat dengan temuan The planetary Boundary Layer dan kondisi iklim lain mengenai kualitas udara di pagi hari menjadi yang terburuk.
Baca Juga: Walau Letupannya Indah, Kembang Api Bikin Kualitas Udara Buruk dan Meningkatkan Risiko Penyakit
2. Area hijau = area bebas polusi
Riset dari Departemen Pertanian Amerika Serikat (USDA) Forest service pada 2013 dibuktikan bahwa pohon tidak mampu mengurangi kadar polutan PM2.5 secara signifikan. Sehingga, area yang memiliki banyak pohon tidak selalu memiliki udara yang bersih.
3. Rutin berolahraga di luar jadi jaminan badan cukup melawan polusi
Penelitian dari Seoul Nasional University menyoroti bahwa terdapat peningkatan risiko penyakit jantung sebesar 33 persen akibat kegiatan olahraga yang dilakukan di lingkungan dengan polusi tinggi secara terus-menerus.