Suara.com - Deputi Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) Nahar mengatakan bahwa tidak ditahannya pelaku kekerasan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI), Batu, Malang, bisa berakibat buruk bagi korban.
Pelaku, Julianto Eka (JE), hingga sekarang masih bisa menghirup udara bebas meski kasusnya sudah dalam proses sidang di Pengadilan Negeri Malang, Jawa Timur.
Nahar mengatakan, keputusan majelis hakim tidak menahan JE berisiko sebabkan korban alami gangguan psikologis.
"Tentu ini sangat berdampak terhadap kondisi korban. Karena sudah melapor, sudah beranikan diri, lalu mengambil resiko dan segala macam, tapi kok tidak adil, tersangka tidak ditahan," kata Nahar ditemui di kantor KemenPPPA, Jakarta, Senin (11/7/2022).

Tidak ditahannya JE memang legal secara hukum. Nahar mengatakan bahwa dalam KUHAP hukum acar pidana memungkinkan tersangka tidak ditahan selama bisa bersikap kooperatif, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak melarikan diri. Keputusan tersebut sepenuhnya menjadi hak dari majelis hakim.
"Jadi alasan subyektif itu tergantung dari penegaj hukum, yakin enggak. Karena harus ada keyakinan. Kalau enggak yakin, berarti penegak hukum yang akan dimintai pertanggungjawaban," kata Nahar.
"Aturannya sudah ada, ini menjadi proses yang sedang berjalan, kita hormati. Yang harus kita jaga, apa pun hasilnya nanti ini keadilan untuk semua, terutama kepentingan terbaik untuk anak," imbuhnya.
Kasus kekerasan seksual oleh JE saat ini tengah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Malang dan dilakukan secara tertutup karena korban masih di bawah umur.
Sebanyak lima belas saksi korban telah dimintai keterangan sejak pemeriksaan di Polres Batu juga dalam persidangan. Meski begitu, Nahar mengungkapkan bahwa jumlah korban diduga lebih dari 15 orang.
Rencananya, persidangan akan dilanjutkan dengan agenda pembacaan tuntutan pidana oleh Jaksa Penuntut Umum pada 20 Juli mendatang.