Suara.com - Penggunaan teknologi digital kian hari terus berkembang. Sayangnya, seringkali para penggunanya, masih belum paham mengenai etika dalam berinteraksi di dunia digital, khususnya media sosial.
Meski tidak bertemu secara fisik, nilai dan norma yang ada di dunia nyata seringkali masih dianggap berlaku di dunia digital.
Di ruang digital, setiap orang berinteraksi dengan keluarga, teman, hingga orang lain yang memiliki kultur berbeda. Etika harus dibawa agar tidak menciderai norma-norma pada setiap kultur yang ada.
“Interaksi antarbudaya biasanya menciptakan standar baru tentang etika. Jadi biasanya ada etika-etika baru yang muncul dan harus disepakati bersama dan dijalankan bersama-sama,” kata Dosen, Praktisi Digital Parenting, RTIK Indonesia Ismaili, M.Pd saat webinar Makin Cakap Digital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Situbondo, Jawa Timur, beberapa waktu lalu.
Media sosial. dan aplikasi percakapan membuat setiap orang bisa berkomunikasi dengan banyak orang tanpa ada batas geografis dan budaya. Etika dibutuhkan agar tidak menciderai satu dan yang lain ketika berinteraksi.
Seringkali saat berkomunikasi di dunia digital, individu juga melupakan hal-hal kecil yang sebenarnya merupakan bagian dari etika. Misalnya ketika mahasiswa mengirimkan pesan tanpa memperhatikan tata bahasa maupun huruf kapital kepada dosen.
“Dalam one to one communication, kita harus kenali partner bicara. Kalau partner komunikasi lebih senior maka ada etika yang digunakan. Ketika dihormati, seseorang akan dua kali lebih menghormati,” ujar Ismaili.
Pengguna internet di Indonesia pada tahun 2021 mengalami peningkatan, We Are Social mencatat kini pengguna internet di Indonesia mencapai 202,6 juta pengguna, di mana sebanyak 170 juta penggunanya menggunakan media sosial. Dapat dikatakan pengguna internet mencapai 61.8% dari total populasi Indonesia.
Menurut Survei Literasi Digital di Indonesia pada tahun 2021, Indeks atau skor Literasi Digital di Indonesia berada pada angka 3,49 dari skala 1-5. Skor tersebut menunjukkan bahwa tingkat literasi digital di Indonesia masih berada dalam kategori Sedang.
Sebagai respons untuk menanggapi perkembangan TIK ini, Kementerian Komunikasi dan Informatika RI bersama Gerakan Nasional Literasi Digital (GNLD) Siberkreasi melakukan kolaborasi dan mencanangkan program Indonesia Makin Cakap Digital. Program ini didasarkan pada empat pilar utama literasi digital yakni Kemampuan Digital, Etika Digital, Budaya Digital, dan Keamanan Digital. Melalui program ini, 50 juta masyarakat ditargetkan akan mendapat literasi digital pada tahun 2024.
Baca Juga: Diambil dari Bahasa Arab, Ini Arti Nama Putra Kedua Uut Permatasari
Webinar #MakinCakapDigital 2022 untuk kelompok komunitas dan masyarakat di wilayah Situbondo, Jawa Timur merupakan bagian dari sosialisasi Gerakan Nasional Literasi Digital yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika bekerja sama dengan Siber Kreasi. Kali ini hadir pembicara-pembicara yang ahli dibidangnya untuk berbagi terkait budaya digital antara lain Digital Marketer, Lim Sau Liang. Kemudian Dosen, Praktisi Digital Parenting, RTIK Indonesia, Ismaili, M.Pd, serta Wakil Ketua Litbang Mafindo/Koorwil Mafindo Mojokerto, Cahya Suryani M. A .