Keluarga Ridwan Kamil Putuskan Akan Gelar Salat Gaib Setelah Hari Keenam Pencarian Eril, Ini Niat Hingga Tata Caranya

Rabu, 01 Juni 2022 | 15:24 WIB
Keluarga Ridwan Kamil Putuskan Akan Gelar Salat Gaib Setelah Hari Keenam Pencarian Eril, Ini Niat Hingga Tata Caranya
Foto Eril Kecil Menghadap Masjid yang Jadi Profil Instagram Ridwan Kamil (Instagram/@ridwankamil)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Emmeril Kahn Mumtadz, putra sulung Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, masih belum ditemukan setelah terseret arus saat berenang di Sungai Aare, Bern, Swiss, pada Jumat (27/5/2022) lalu.

Memasuki hari keenam pencarian, keluarga diketahui telah berkonsultasi untuk pelaksanaan salat gaib dari lelaki yang akrab disapa Eril ini. Hal tersebut disampaikan kakak kandung Ridwan Kamil, Erwin Muniruzaman.

Salat gaib, menurutnya, baru akan diputuskan usai pencarian hari keenam. Artinya, hari ini, Rabu (1/6/2022), waktu Swiss, akan menjadi batas untuk memutuskan salat gaib bagi Eril.

"Dari pihak keluarga sudah berkonsultasi dengan beberapa ulama, seperti Ketua MUI KH Rachmat Syafei dan Ustad Adi Hidayat agar kami dapat mengetahui apa yang seharusnya dilakukan sesuai dengan syariat Islam terhadap apapun yang menjadi takdirnya Eril," tuturnya.

Baca Juga: Pencarian Eril di Sungai Aare Swiss Libatkan Komunitas Masyarakat: Klub Pendayung hingga Klub Pemancing

Salat gaib sendiri adalah ibadah yang biasa dilakukan umat Islam untuk jenazah, tanpa ada mayat di hadapannya. Sama seperti salat jenazah, salat gaib bertujuan mendoakan mayit agar mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT.

Berikut adalah beberapa hal mengenai salat gaib, seperti dilansir NU Online.

1. Sejarah salat gaib
Salat Gaib akan mengingatkan umat Islam dengan kisah kematian Raja Najasyi, Ashhamah bin Abjar, sang penguasa negeri Habasyah (sekarang Etiopia). Ia wafat pada Rajab 9 Hijriyah. Wafatnya Raja Najasyi memiliki nilai tersendiri bagi sejarah dan hukum Islam. Karena dari sanalah kemudian muncul syariat untuk melakukan salat gaib, salat atas jenazah yang tidak di tempat.

2. Dalil salat gaib
Dalam salat gaib Raja Najasyi, Nabi Muhammad SAW pun mengeluarkan dalil yang disepakati merupakan hadis sahih oleh Imam al-Bukhari dan Muslim. Di antara dalil tersebut adalah riwayat dari Abu Hurairah ra:

Artinya, “Sungguh Nabi saw memberitakan kabar kematian Raja Najasyi di hari kewafatannya, lalu beliau bersama para sahabatnya keluar ke tempat salat, membariskan sahabatnya dan bertakbir sebanyak empat kali (salat gaib).” (Alawi Abbas al-Maliki, Hasan Sulaiman an-Nuri, Ibânatul Ahkâm Syarhul Bûlugil Marâm, juz II, halaman 173).

Baca Juga: Minta Warga Shalat Gaib, MUI Jabar Sebut Bukan Mendahului Nasib Emmeril Kahn Mumtadz: Ini Sesuai Tuntunan Agama

3. Hukum salat gaib
Salat gaib memiliki hukum yang sama dengan salat jenazah yang ada di tempat, yakni fardhu kifâyah. Artinya, salat gaib cukup untuk menggugurkan kewajiban salat jenazah, dengan catatan diketahui secara nyata bahwa ada orang yang telah melakukannya.

4. Niat salat gaib
Untuk niatnya, dapat diklasifikasi tergantung jenis kelamin, jumlah jenazah, dan status mushalli-nya, apakah menjadi imam, makmum, atau shalat sendiri. Bila jenazahnya laki-laki, maka lafal niatnya adalah:

"Ushalli ‘ala mayyiti (fulan) al-gha-ibi arba’a takbiratin fardhal kifayati imaman/ma’muman lillahi ta’ala."

Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’âlâ.”

Bila jenazahnya perempuan, maka lafal niatnya adalah:

"Ushalli ‘ala mayyitati ‘fulanah’ al-ghaibati arba’a takbiratin fardhal kifayâti imaman/ma’muman lillahi ta’ala."

Artinya, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulanah (sebutkan namanya)’ yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifâyah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”

Bila jenazahnya banyak, misalnya korban bencana alam yang menimpa satu desa, maka lafal niatnya adalah:

"Ushalli ‘ala jami’i mauta qaryati kadzal ghaibinal muslimina arba’a takbiratin fardhal kifayati imaman/ma’muman lillahi ta’ala."

Artinya, “Saya menyalati seluruh umat muslim yang jadi korban di desa (sebutkan nama desanya) yang berada di tempat lain empat takbir dengan hukum fardhu kifayah sebagai imam/makmum karena Allah ta’ala.”

5. Syarat sah salat gaib
Syarat sah salat gaib selain syarat-syarat pada umumnya, setidaknya terangkum dalam dua hal. Pertama, jenazah berada di luar daerah yang jauh dari jangkauan, atau di tempat yang dekat namun sulit dijangkau.

Karena itu, jika masih berada dalam daerah, walaupun jauh dan tak sulit dijangkau, maka tidak sah melakukan salat gaib. Demikian pula kalau jenazahnya berada di batas daerah, dan kita dekat dengan tempat tersebut, maka tidak sah melakukan salat gaib.

Kedua, telah mengetahui atau menduga kuat bahwa jenazahnya sudah dimandikan. Kalau tidak, maka salat gaibnya tidak sah. Namun, bila ia menggantungkan salat gaibnya dengan sucinya jenazah tersebut (bahwa telah dimandikan), salatnya dihukumi sah.

Misalnya, dalam niat ia mengatakan, “Saya menyalati jenazah ‘Si Fulan’... dan seterusnya, dengan catatan dia sudah suci atau sudah dimandikan ...” maka salatnya juga sah.

6. Rukun salat gaib
Rukun salat gaib tak ada bedanya dengan rukun salat jenazah pada umumnya. Sebab yang membedakan keduanya hanyalah soal ada dan tidak ada jenazah di hadapannya. Berikut ini tujuh rukun salat gaib yang harus dilakukan:

Pertama, berniat, seperti umumnya salat yang lain dengan pilihan redaksi di atas.

Kedua, berdiri bagi yang mampu, dan bila tak mampu, boleh salat dengan cara yang dimampuinya.

Ketiga, membaca empat takbir termasuk takbiratul ihram. Bila lebih dari empat, baik sengaja maupun tidak, salatnya tetap sah. Terpenting ia tak meyakini bahwa menambah bacaan takbir itu membatalkan, atau dalam pengulangan bacaan takbir ia tak mengangkat tangannya sebagaimana empat takbir sebelumnya. Jadi, jika diyakini membatalkan, atau seiring menambah bacaan takbir juga mengangkat tangan, maka salatnya batal.

Keempat, membaca surat al-Fatihah, berdasarkan hadis riwayat Ibnu Abbas, Rasulullah saw bersabda:
Amarana Rasulullahi shalallahu ‘alaihi wasallam an naqra‘a bi fatihatil kitab ‘ala janazah" (Rasulullah saw memerintahkan kami membaca surah al-Fatihah saat shalat jenazah). (HR Ibnu Majah).

Kelima, membaca salawat kepada Nabi saw setelah takbir kedua. Minimal dengan membaca, "Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad." Namun yang paling sempurna adalah membaca salawat Ibrahimiyah yang biasa dibaca saat tasyahud akhir dalam salat.

Keenam, membaca doa untuk jenazah setelah rakaat ketiga. Berikut doa Rasulullah SAW yang diriwayatkan dari ‘Auf bin Malik ra:
"Allahummagfir lahu warhamhu wa’fu ‘anhu wa’afihi wa akrim nuzulahu wa wassi’ madkhalahu waghsilhu bi ma‘in wa tsaljin wa baradin wa naqqihi minal khathaya kama yunaqqast tsaubul abyadhu minad danas wa abdilhu daran khairan min darihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi waqihi fitnatal qabri wa ‘adzabin nâr."

Artinya, “Ya Allah, ampunilah dan rahmatilah ia, maafkanlah dan berilah ia keafiatan (nasib ukhrawi yang baik), muliakanlah tempatnya, lapangkanlah jalurnya, basuhlah ia dengan air surgawi yang sejuk nan segar, bersihkanlah ia dari noda-noda kesalahan laiknya baju putih yang kembali mengkilap setelah dibersihkan dari kotoran dan noda, gantilah rumahnya dengan rumah yang lebih indah, keluarga dan pasangan yang lebih baik, lindungilah ia dari fitnah kubur dan siksa neraka.”

Ketujuh, membaca salam setelah takbir keempat. Namun, setelah takbir dan sebelum salam, disunnahkan membaca doa berikut, “Allahumma la tahrimna ajrohu wala taftinna ba’dahu wagfir lana walahu

(Ya Allah, janganlah engkau jadikan kami penghalang pahalanya, dan janganlah biarkan kami dalam ajang fitnah, umpatan atau buah bibir setelah ini semua, dan ampunilah kami dan dia).

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI