Jadi Ancaman, 60 Persen Sampah Di Laut Ternyata Sampah Plastik

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Rabu, 01 Juni 2022 | 10:31 WIB
Jadi Ancaman, 60 Persen Sampah Di Laut Ternyata Sampah Plastik
Ilustrasi sampah plastik menumpuk (shutterstock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Sampah plastik bukan hanya menjadi masalah di Indonesia. Melainkan juga di hampir seluruh negara, termasuk di benua Eropa.

Bahkan, menurut perwakilan Uni Eropa Untuk Indonesia, sistem pengolahan sampah belum cukup efektif menekan volume sampah plastik di perairan laut. Sehingga meningkatkan risiko dari kemasan yang mudah tercecer dan susah didaurulang, termasuk sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik.

"Sampah plastik di perairan laut merupakan salah satu ancaman lingkungan terbesar dunia," kata Seth Van Doorn  Project Manager Foreign Policy Instruments European Union seperti dalam keterangannya, Rabu, (1/6/2022). 

"Sekitar 60-90 persen dari sampah yang tercecer di laut adalah sampah plastik, utamanya sedotan plastik, minuman gelas dan kantong plastik."

Baca Juga: BREAKING NEWS! Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Cilegon Ditangkap, Diduga Korupsi Dana Depo Sampah

Ilustrasi sampah plastik di laut
Ilustrasi sampah plastik di laut

Menurut Van Doorn, sampah plastik di laut meningkat seiring tahun akibat urbanisasi, pembangunan dan perubahan pola konsumsi dan produksi. Sampah ini ancaman serius pada ekosistem laut, bisnis perikanan, kesehatan publik dan juga sektor turisme.

Di Indonesia, sampah air minum kemasan gelas dan botol termasuk yang berkontribusi signifikan pada polusi sampah plastik di laut.

Data yang diolah berbagai sumber menunjukkan produksi air minum kemasan gelas mencapai 10,4 miliar kemasan gelas setiap tahunnya dengan timbulan sampah 46 ribu ton, atau hampir sepertiga dari total timbulan sampah industri air kemasan bermerek.

Jumlah timbulan sampah itu belum menghitung timbulan sampah sedotan plastik, 'komplemen' dalam penjualan air minum gelas, yang notabene lebih mudah tercecer di lingkungan. Pada segmen ini, market leader industri air kemasan berkontribusi pada timbulan 5.300 ton sampah gelas plastik.

Data juga menunjukkan produksi air kemasan botol sekali pakai mencapai 5,5 miliar botol per tahun dengan volume sampah sebesar 83 ribu ton, atau hampir separuh timbulan sampah plastik industri air kemasan bermerek. Separuh dari timbulan sampah pada segmen botol ini merupakan sampah market leader.

Baca Juga: Pemkot Jakut Dukung Gerakan Kolaborasi Kelola Sampah di Pasar Rakyat

Sejauh ini memang belum ada data resmi terkait volume sampah gelas plastik dan botol plastik air kemasan yang mampir di perairan laut. Namun contoh kelamnya sudah jadi rahasia umum. Di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, misalnya. Pada 2018, warga di wilayah yang dikenal dengan keindahan bawah lautnya itu geger setelah mendapati seekor ikan paus sperma (Physeter macrocephalus) mati terdampar dengan perut berisi enam kilogram plastik, termasuk 115 buah sampah plastik air minum gelas.

Menghadapi ancaman sampah plastik tersebut, pemerintah bergegas meluncurkan strategi pengurangan sampah plastik nasional. Dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 75 Tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen, pemerintah mendorong produsen di bidang manufaktur, jasa makanan dan minuman serta industri ritel untuk menyetor road map pemangkasan 30 persenvolume sampah per Desember 2029.

Kementerian juga mendesak produsen menggunakan kandungan daur ulang pada kemasan pangan serta mendorong produsen meninggalkan kemasan mini yang mudah tercecer dan kurang bernilai ekonomis untuk didaurulang. Pada industri air kemasan, misalnya, aturan phase out berlaku untuk air minum kemasan di bawah 1 liter. Pengaturan serupa berlaku untuk kemasan saset di bawah 50 mililiter.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI