Suara.com - Perkembangan teknologi memudahkan masyarakat untuk berinvestasi. Tapi, perekembangan tersebut tidak dibarengi dengan literasi keuangan tentang bagaimana memilih dengan bijak berdasarkan kredibilitas instrumen keuangan.
Lebih jauh lagi, apakah investasi keuangan tersebut aman serta bermanfaat bagi masyarakat luas juga belum diketahui banyak pihak. Oleh karena itu, Head of Communication UNDP Indonesia Tomi Soetjipto meminta masyarakat, terutama anak muda untuk lebih bijak berinvestasi.
“Banyak sekali duit anak muda hilang dengan mudahnya melalui skema investasi yang tidak aman. Sayang sekali, karena kemudahan investasi itu juga mudah juga hilangnya. Jadi, kita bicara bagaimana menarik investasi anak muda itu ke proyek-proyek pembangunan Indonesia,” kata Tomi dalam #SDGTalks: Smart Investment for Smarter Generation, Selasa (24/5/2022).
Sementara itu National Project Manager, Assist UNDP Indonesia, Nila Murti mengatakan, pihaknya sejak lama telah bekerja sama dengan pemerintah Indonesia terkait bagaimana mendorong generasi muda untuk dapat berinvestasi dengan cara bijak dan cerdas.
Baca Juga: Telusuri Aliran Dana Binomo ke Bar Indra Kenz di Pantai Indah Kapuk, Penyidik akan Panggil Pengelola
Salah satunya dengan mendukung Kementerian Keuangan menerbitkan Green Sukuk, yang pada 2018 dikeluarkan oleh pemerintah.
Nila menjelaskan, dukungan UNDP sejak penerbitan SDGs Bond maupun Green Sukuk dikategorikan menjadi tiga pilar. Pertama teknikal sistem, yakni penyusunan framework, pemilihan proyek-proyek yang sesuai dengan kriteria dalam framework, hingga memastikan proyek-proyek yang dibiayai memenuhi kriteria.
Kedua, capacity building, yakni sebagai proses meningkatkan kemampuan pengetahuan dan keterampilan terkait dengan green sukuk maupun lainnya. “Serta ketiga, campaign dan advokasi. Kita melakukan kampanye terkait risiko dan kesadaran mengenai instrumen pembiayaan kepada generasi muda,” ujar dia.
Kemudian, Direktur Surat Utang Negara DJPPR Kementerian Keuangan Deni Ridwan juga mengungkapan, sejak penerbitan green sukuk atau sukuk hijau mulai 2018 sampai 2020, berhasil mengurangi emisi 10,3 juta ton setara karbon dioksida. Menurut Deni, investor milenial yang mulai berinvestasi pada Surat Berharga Negara (SBN) ini dapat membantu perekonomian agar pembiayaan pembangunan juga dapat lebih mandiri.
“Kalau teman-teman banyak yang bertanya kenapa pemerintah hutang terus, karena kita harapkan adanya semakin besar kontribusi dari investor domestik. Kenapa kita sasar generasi muda? Karena harapannya milenial dari yang masih SMA atau kuliah, atau kerja, setelah mengetahui manfaat investasi, harapannya ke depan Indonesia bisa mendapat sumber pembiayaan jangka panjang dari domestik, tanpa tergantung dari investor asing. Jadi kita punya kemandirian dari sisi pembangunan,” ujarnya.
Deni menuturkan, catatan pihaknya menunjukkan bahwa ada 40 persen generasi milenial telah menjadi investor retail domestik di Indonesia. Bahkan, ada sekitar 1 persen dari generasi z, yakni siswa SMA, juga sudah mulai untuk berinvestasi.
“Kondisi sektor keuangan kita saat ini didominasi oleh perbankan, yang mana pengelolaan dananya jangka pendek. Sementara kita untuk pembangunan itu perlu dibiayai oleh sumber-sumber jangka panjang. Misal pembangunan jembatan, airport dan sarana lainnya, itu tentu membutuhkan waktu jangka panjang. Untuk itu pemerintah dalam pembiayaan ini tidak hanya kejar jumlah saja, tapi juga ingin mencoba kembangkan pasar keuangan,” ucapnya.
turut hadir Mike Rini Sutikno, Financial Planner; Ni Putu Kurniasari, Chief Operating Bareksa; serta Arfan Arlanda, Chief Excecutive Officer Jejak.in.
Ketiganya mengatakan, generasi muda harus memastikan dan mengetahui bahwa investasi yang mereka pilih dapat digunakan untuk program-program yang kredibel, bisa dipertanggung jawabkan dan hasilnya dapat dirasakan. Selain itu, dalam pemilihan instrumen investasi juga harus disesuaikan dengan karakteristik pengguna.