Suara.com - Wisata mendaki gunung merupakan salah satu jenis wisata yang populer di Indonesia. Memiliki banyak gunung, Indonesia pun memiliki ribuan jalur pendakian populer.
Alih-alih menambah jalur pendakian gunung baru untuk, Aktivis Lingkungan Galih Donikara meminta Kementerian Pariwisata dan Ekonomi (Kemenparekraf) merawat jalur pendakian gunung yang sudah ada.
Pendaki senior yang juga Eiger Adventure Service Team (EAST) Manager ini mengatakan, membuka jalur pendakian baru di gunung yang sudah memiliki banyak jalur pendakian, hanya akan merusak alam.
Sehingga lelaki yang akrab disapa Kang Galih itu menyarankan, agar jalur pendakian terawat, baiknya mengarahkan pendaki gunung untuk naik dan turun gunung di titik berbeda.
Baca Juga: Usai Berlebaran di Rumah, Mbok Yem Akhirnya Balik ke Puncak Lawu Ditandu Pendaki
"Mestinya regulasi jalur pendakiannya itu, satu untuk naik, dan satu untuk turun," jelas Kang Galih di Jakarta beberapa waktu lalu.
Ia mencontohkan, untuk jalur pendakian Gunung Gede Pangrango baiknya pos basecamp atau registrasi pendaftaran pendaki ada di Cipanas.
Selanjutnya, pendaki dibawa ke titik awal pendakian di Gunung Putri, dan pendaki hanya bisa turun gunung di Cibodas.
Untuk kendala akses pendaki dari turun gunung Cibodas, ke titik awal mendaftar di Cipanas, atau tempat biasanya pendaki memarkir kendaraan, maupun dari Cipanas ke titik awal pendakian di Gunung Putri bisa menggunakan Ontang Anting.
Ontang Anting yakni, mobil pickup dengan atap terbuka atau tertutup, yang kerap gunakan wisatawan di destinasi wisata.
Baca Juga: Kabar dari Gunung Lawu: Mbok Yem Penjaja Pecel Legendaris Sudah Tiba di Puncak, Siap Jualan Lagi?
"Dari Putri dianterin, itu roda ekonomi akan berjalan. Daripada buka banyak jalur, mending diperbaiki. Tapi kan ini bertentangan dengan napas semangatnya pariwisata, yang fokusnya sebanyak-banyaknya wisata," kata Kang Galih.
Ia melanjutkan, jika sistem naik gunung diatur dengan baik, maka dengan sendirinya alam akan terjaga sekaligus memberikan keuntungan untuk warga sekitar.
Seperti banyak yang menggunakan tenaga porter atau pembawa carrier dan alat masak, hingga menyewa penginapan sebelum pendakian.
"Dia bertahun-tahun mendapatkan keuntungan nafkah dari gunung, sekarang apa yang dikembalikan kepada gunungnya, malah sampah," tutup Kang Galih.