Sejarah Nastar hingga Kastanel Jadi Kue Andalan Tradisi Hantaran Lebaran

Senin, 02 Mei 2022 | 07:02 WIB
Sejarah Nastar hingga Kastanel Jadi Kue Andalan Tradisi Hantaran Lebaran
kue lebaran (Shuttertsock)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Hantaran Lebaran yang sudah menjadi tradisi setiap Hari Raya Idul Fitri rupanya memiliki sejarah yang panjang. Sejarawan bahkan mengungkap tradisi hantaran sudah ada sejak masa kerajaan abad ke-16.

Hal ini dijelaskan oleh sejarawan kuliner Universitas Padjadjaran Fadly Rahma. Ia menjelaskan jejak tradisi mengirim hantaran Lebaran bisa ditelusuri pada momen hari raya panen saat masa kerajaan.

"Hantaran Lebaran yang hingga saat ini populer di kalangan masyarakat Indonesia merupakan bentuk transformasi dari tradisi hantaran hasil bumi yang dipersembahkan rakyat kepada raja dan kemudian dari raja untuk rakyatnya," ujar Fadly kepada Antara, Senin (2/5/2022).

Di masa kerajaan dahulu, Fadly menjelaskan adanya tradisi masyarakat menghantarkan hasil bumi dari panen mereka untuk raja. Sedangkan sang raja biasanya akan memberikan rakyatnya olahan berbagai macam makanan hingga kue.

Baca Juga: Jangan Disepelekan! Waspada 5 Ancaman Kesehatan Ini Setelah Lebaran

"Dan ketika raja mengadakan pesta panen, biasanya akan membekalkan hasil olahan dan berbagai macam makanan serta kue, yang akan dibawa pulang oleh rakyatnya sendiri," kata Fadly 

Lebih lanjut, Fadly menyebutkan adanya perubahan tradisi tersebut seiring redupnya masa kerajaan. tradisi hasil bumi itu mulai berubah wujud menjadi menghantarkan makanan untuk tetangga, saudara, serta handai tolan yang terjadi hingga masa sekarang.

Saling membalas hantaran Lebaran juga kerap dilakukan antar keluarga pada masa kolonial. Hantaran tersebut berupa berbagai jenis hidangan utama khas Lebaran seperti ketupat, opor, kari, dan rendang serta kue basah tradisional yang disajikan di dalam rantang.

Fadly mengatakan tradisi hantaran berupa tukar rantang menunjukkan kekhasan masyarakat agraris. Selain berfungsi sebagai wadah bekal, secara sosial-budaya rantang memiliki arti simbolik sebagai perekat hubungan antar-tetangga atau kerabat ketika digunakan untuk hantaran.

Masyarakat biasa juga akan mengembalikan rantang berisi makanan ke pemilik, dengan makanan juga. Alhasil, terjadi balas-balasan memberi hantaran Lebaran.

Baca Juga: Presiden Jokowi Shalat Idul Fitri 1443 Hijriah di Gedung Agung Yogyakarta

"Ketika dikirimi dalam bentuk rantang, secara spontan kita akan membalasnya. 'Ah, malu kalau kita mengembalikan dalam kondisi kosong'. Lalu kita akan mengisinya kembali dengan makanan-makanan," katanya.

Sejumlah kue dalam toples yang hingga kini masih sering dibagikan juga dimulai dari masa kolonial. Sebut saja kue-kue kering seperti nastar, kastangel, lidah kucing, dan putri salju, yang biasa diberikan keluarga Eropa untuk keluarga pribumi priyayi.

Dalam perkembangannya, kini hantaran telah bertransformasi dalam bentuk hampers dan parsel yang memiliki kemasan lebih modern. Walau wujudnya telah berubah, Fadly mengatakan esensi serta makna hantaran tidak berubah signifikan.

Namun pada masa sekarang, kata Fadly, telah jamak orang mengirim hantaran sebagai tanda ucapan terima kasih atau ucapan hari raya dari rekan kerja, tanpa mengharap balasan atau tanpa saling bertukar.

Hal tersebut terjadi seiring dengan pergeseran hantaran yang telah dikomersilkan atau dijadikan lahan bisnis. [ANTARA]

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI