4 Faktor yang Membuat Kekerasan Berbasis Gender Online Masih Marak Terjadi

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Jum'at, 22 April 2022 | 13:58 WIB
4 Faktor yang Membuat Kekerasan Berbasis Gender Online Masih Marak Terjadi
Ilustrasi pelcehan seksual melalui melalui media online. kekerasan berbasis gender online. [Suara.com/Rochmat]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) masih marak terjadi terutama di tengah pandemik Covid-19. Studi terbaru dari Plan International yang melibatkan kaum muda perempuan berusia 15-24 tahun dari Indonesia, Vietnam dan Australia, bertajuk Future Online for Girls pada tahun 2021 menunjukkan bahwa kekerasan dan pelecehan berbasis gender kian mengancam semenjak pandemik Covid-19 terjadi.

Berdasarkan studi ini KBGO masih sering terjadi karena empat faktor yaitu penggunaan internet dan media sosial semakin meningkat di masa pandemik Covid-19, kurangnya dukungan dari para idola kaum muda di media sosial, masih banyak platform media sosial yang belum terlalu efektif digunakan dalam menangani kasus KBGO dengan baik, dan penerapan nilai budaya yang salah.

Dalam keterangannya, Direktur Eksekutif Plan Indonesia, Dini Widiastuti, menyebutkan bahwa pada riset Future Online, mereka  menemukan bahwa bystander atau saksi yang menyaksikan kekerasan tersebut berlangsung, dapat berperan efektif dalam memutus rantai kekerasan di ranah digital.

Ilustrasi kekerasan seksual (freepik.com)
Ilustrasi kekerasan seksual (freepik.com)

"Sehingga dalam kampanye #BystanderTukRuangAman yang diluncurkan Plan Indonesia sejak Maret 2022, kami berupaya meningkatkan pemahaman dan kapasitas kaum muda serta influencers untuk menjadi bystander yang aktif di ranah daring," kata Dini

Baca Juga: MRP: Kasus Kekerasan Dan Kematian Di Papua Meningkat Tajam Di Era Jokowi

Dedy Permadi, Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika bidang Digital dan Sumber Daya Manusia, mengungkapkan bahwa studi Digital Civility Index oleh Microsoft pada tahun 2020 menunjukkan bahwa Indonesia tergolong dengan risiko pelecehan seksual daring yang cukup tinggi, yaitu 42persen.

“KBGO merupakan isu penting yang harus ditangani di Indonesia yang memiliki pengguna internet sebesar 204,7 juta orang. Kita harus menjaga ruang digital kita aman, sehat, dan produktif yang memerlukan kolaborasi lintas pihak,” ujar Dedy.

Berangkat dari berbagai permasalahan ini, kaum muda serta berbagai pembicara yang juga hadir dalam dialog nasional ini juga menyuarakan berbagai rekomendasi serta praktik-praktik baik yang perlu dilakukan untuk menghapuskan KBGO. Beberapa diantaranya mencakup pentingnya pemerintah dalam mendorong adanya pendidikan literasi dan keamanan digital, implementasi UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang serius, dan kerja sama dari perusahaan media sosial dengan berbagai pihak terutama kaum muda.

Kalis Mardiasih, Penulis dan Fasilitator Gender, mengatakan, jumlah kasus KBGO sesungguhnya sangat tinggi. Aduan-aduan yang masuk sudah sangat banyak seiring dengan meningkatnya kesadaran masyarakat. Namun, sayangnya, aduan-aduan ini masih kejar-kejaran dengan proses pendampingan kasus dan perlindungan korbannya.

“Masalah lainnya terkait KBGO adalah ketika kita menjadi bystander aktif dan sedang memberikan dukungan, kita justru kerap menjadi korban KBGO berikutnya. Oleh karena itu, penting untuk memberikan edukasi juga bagi bystander aktif tentang hal ini. Sehingga, penting untuk memitigasi dan memastikan pengguna media sosial siap untuk menghadapi tantangan sebagai bystander aktif,” tutur Kalis.

Baca Juga: Warga Desa Kapur Alami Pencurian dengan Kekerasan saat Pulang Bekerja, Iphone 13 Raib Digondol Maling

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI