Identik dengan Ibu Kartini, Ini Asal Usul Kebaya Pakaian Tradisional Perempuan Indonesia

Kamis, 21 April 2022 | 12:41 WIB
Identik dengan Ibu Kartini, Ini Asal Usul Kebaya Pakaian Tradisional Perempuan Indonesia
Ilustrasi wanita memakai kebaya. (pixabay.com/6335159)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Selain perjuangan emansipasinya, Hari Kartini yang jatuh pada 21 April setiap tahunnya juga sangat identik dengan kebaya. Pakaian tradisional ini memang biasa digunakan oleh R.A Kartini dalam kesehariannya.

Meski pada zaman modern seperti saat ini, kebaya telah semakin akrab dengan perempuan Indonesia, hingga berkembang dalam beragam jenis dan model, tak banyak dari kita yang tahu mengenai kebaya lebih dalam.

Untuk mengetahui sejarah dan fakta menarik lainnya mengenai kebaya, simak yuk daftarnya berikut ini, yang Suara.com rangkum dari berbagai sumber.

1. Sejarah Kebaya
Ada banyak spekulasi tentang asal usul kebaya. Ada beberapa yang mengatakan bahwa kebaya berasal dari Timur Tengah, sementara yang lain berpendapat bahwa kebaya juga mungkin berasal dari Cina.

Baca Juga: Wanita Ini Tergiur Harga Murah Outer Kebaya di Toko Online, Kaget yang Datang Malah Begini

Kebaya berasal dari kata Arab "kaba" yang berarti "pakaian" dan diperkenalkan ke Indonesia melalui bahasa Portugis. Istilah kebaya telah merujuk pada pakaian yang aslinya tampak seperti blus.

Banyak sumber juga mengutip pengaruh Cina pada pakaian pada masa itu, satu sumber membandingkan kebaya dengan tunik lengan panjang dengan bagian depan terbuka yang dikenakan oleh perempuan Dinasti Ming.

Jadi, pengenalan kebaya diakreditasi untuk dua kejadian besar, yakni pengaruh yang muncul dari Islam dan kedatangan orang Eropa ke nusantara. Penyebaran cepat penggunaan kebaya ini juga terkait dengan perdagangan rempah-rempah yang terjadi selama ini dalam sejarah.

2. Pertama kali dipakai di Indonesia selama abad ke-15 dan ke-16
Diketahui, kebaya pertama kali digunakan di Indonesia pada beberapa waktu selama abad ke-15 dan ke-16. Pakaian ini mirip dengan apa yang dideskripsikan sebagai blus panjang, pas, berkobar yang dikenal sebagai kebaya panjang.

Pada abad ke-16 oleh perempuan Portugis yang tiba di pantai barat daya Malaysia, terletak di seberang Selat Malaka dari Sumatera atau di barat laut Indonesia juga terlihat mengenakannya.

Baca Juga: 7 Potret Anggun BCL Pakai Kebaya, Kerap Dipercaya Desainer Ternama

3. Desain kebaya terus berkembang
Setelah penjajahan Belanda, kebaya mengambil peran baru sebagai pakaian formal bagi perempuan Eropa di negara tersebut. Selama ini, kebaya sebagian besar dibuat dari kain mori. Modifikasi yang dilakukan pada kostum tradisional ini kemudian memperkenalkan penggunaan sutra dan bordir untuk menambah desain dan warna.

Bentuk paling dominan dari kebaya yang dikenakan di pulau Jawa dan Bali saat ini, dapat dilihat dari kebaya yang dikenakan di Jawa dan Sunda dari akhir abad ke-19 hingga awal abad ke-20 dan seterusnya.

4. Pakaian pribumi mencerminkan identitas bangsa
Mengingat perubahan sejarah - politik dan sosial yang sangat besar yang terjadi di Indonesia selama satu abad terakhir, bentuk kebaya relatif tidak berubah. Akan tetapi, fungsi dan maknanya, telah mengalami perubahan besar pada masa kolonial dan pasca-kolonial.

Kebaya bahkan telah menjadi simbol emansipasi perempuan di Indonesia melalui representasi yang menghubungkan kebaya dengan sosok "proto-feminis" abad ke-19 Raden A. Kartini. Selama abad ke-19, dan sebelum gerakan Nasionalis di awal abad ke-20, kebaya telah dinikmati oleh wanita Indonesia, Eurasia, dan Eropa, dengan sedikit variasi gaya.

5. Pembeda kelas dan status sosial
Pada waktu tersebut, kebaya menjadi pembeda kelas dan status sosial. Kebaya bangsawan Jawa terbuat dari sutra, beludru dan brokat. Sedangkan perempuam Jawa yang termasuk kelas biasa mengenakan katun berpola.

Serta kebaya yang dikenakan oleh perpuam Eurasia terbuat dari katun putih yang dipangkas dengan renda Eropa buatan tangan pada siang hari, dan dari mereka mengemakan kebaua sutra hitam pada malam hari. Sedangkan perempuan Belanda lebih menyukai kebaya putih yang lebih pendek.

6. Muncul sebagai busana nasional
Akan tetapi, pada tahun 1920-an, seiring dengan kemunculan perjuangan nasionalis di Indonesia, perempuan Eropa berhenti mengenakan kebaya, karena pakaian ini mulai diidentikkan dengan pakaian khas Indonesia. Bagi penjajah Eropa, Kebaya telah dikaitkan dengan nasionalisme Indonesia.

Selama masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945), para tawanan perang perempuan Indonesia yang berpendidikan memilih untuk mengenakan kain dan kebaya daripada pakaian barat yang dialokasikan untuk mereka sebagai pakaian penjara.

Seperangkat kondisi politik yang berbeda menghasilkan pembalikan makna. Dalam situasi ini para perempuan menggunakan kode budaya (pakaian tradisional) untuk menegaskan posisi politik mereka, yang membedakan diri mereka dari peremluam Eropa mereka yang juga tawanan perang.

Pada Proklamasi Kemerdekaan oleh Presiden Soekarno pada 17 Agustus 1945, satu-satunya perempuan yang hadir, Ibu Trimutri mengenakan kain dan kebaya. Citra ini membantu mengubah kebaya dari sekedar pakaian tradisional, mengangkatnya menjadi status pakaian nasional bagi perempuan Indonesia.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI