Suara.com - Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Pepatah di atas mungkin yang paling tepat menggambarkan perjalanan karir Rina Emilda menjadi desainer hingga memiliki brand sendiri yang bernama 'Emildasyari'.
Meski tidak punya latar belakang pendidikan formal tata busana, perempuan yang akrab disapa Emil itu yakin untuk berkecimpung di dunia fesyen Indonesia setelah belasan tahun membantu sang mama berbisnis pakaian.
Emil kecil telah akrab dengan kegiatan ibunya yang selalu berkaitan dengan fesyen. Ia bahkan paling senang bila diminta untuk berbelanja bahan pakaian ke pasar.
"Saya memang ada passion di fashion. Karena mama saya juga ada fashion-nya, dia penjahit di salon, dari kecil sudah berhubungan dengan orang banyak, jualan di rumah," cerita Emil kepada suara.com, ditemui saat acara Indonesia Fashion Show beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Berburu Busana Hari Raya di Indonesia Fashion Week
Masa kecilnya dihabiskan di Surabaya, Jawa Timur. Setiap kali berkesempatan datang ke Jakarta, Emil yang bertugas untuk berbelanja pakaian di pasar Tanah Abang.
Semakin dewasa, ia pun ikut menjual pakaian yang dibelanjanya. Hal tersebut dilakukannya selama beberapa tahun, hingga tak sadar membuatnya paham dengan segala hal tentang pakaian, dari jenis bahan, potongan kain, hingga soal jahitan.
Mencoba keluar dari zona nyaman dengan membuat pakaian sendiri, Emil tak menyangka ia bisa mendapatkan konsumen dari hasil karyanya.
"Pada satu titik akhirnya ketemu, saya punya penjahit, supplier, customer, dan yakin untuk jualan brand yang InsyaAllah continue," ujarnya.
Kini setelah sembilan tahun, ia mendirikan brand fesyennya yang diberi nama Emildasyari. Ia bersyukur dari kegemarannya berbelanja di Tanah Abang, kini bisa ikut berpartisipasi dalam paggung show fesyen terbesar di Indonesia, yakni Indonesia Fashion Show.
Baca Juga: Indonesia Fashion Week Kembali Digelar Offline Setelah Dua Tahun Vakum
Berani Tampilkan Syar'i ala Indonesia
Ketika masih membantu ibunya berjualan, Emil telah akrab dengan berbagai produk muslimah, seperti gamis, pashmina, ciput atau dalaman jilbab, hingga kaus kaki.
Bersamaan dengan tekadnya untuk membuat brand fesyen sendiri, ibu lima anak itu juga memutuskan untuk memperbaiki cara berpakaiannya sebagai muslimah. Atas permintaan suaminya pula, mantan penyidik KPK Novel Baswedan, Emil memilih untuk hijrah dan mengubah gaya berpakaiannya lebih syar'i.
Saat berbelanja pakaian syar'i untuk dipakainya sehari-hari, ia merasa desain baju yang dipasaran tidak terlalu menarik.
"Karena saya suka fesyen, pengennya baju syar'i kadang kurang panjang atau kelebaran. Akhirnya saya harus bikin," ujarnya.
Berawal dari kesulitan menemukan pakaian syar'i yang pas di hati, Emil memutuskan untuk membuatnya sendiri. Tak disangka, karyanya juga diminati orang lain.
Meski baju syar'i, menurutnya, bukan berarti tidak bisa didesain dengan menarik agar tetap fashionable.
"Memang kalau syar'i itu tidak transparan, tidak membentuk badan, tapi menutup dada. Intinya, definisi syari itu ketika bisa solat pakai baju itu," ujarnya.
Menurut Emil, tren baju syar'i di Indonesia memang banyak dipengaruhi dari berbagai budaya negara lain, terutama timur tengah. Meski begitu, masih memiliki kekhasannya sendiri.
"Kalau saya di sini menutup dada, pakai khimar (jilbab besar) tapi bisa kombinasi di kaftan. Jadi memang siluet Arab, tapi kalau di Indonesia potongan pinggang lalu pakai belt. Walaupun ikut ke sana, ke sini tapi kita masih ada pakemnya," ucap Emil.
Jadi Wanita Karir Tetap Butuh Dukungan Suami
Meski menjadi istri dari seorang tokoh publik, hal itu tidak lantas menjadi jalan pintas bagi Emil dalam menjalankan bisnis fesyen. Ia mengaku justru tidak pernah memberi tahu rekan bisnisnya tentang siapa suaminya.
Sejak awal membangun Emildasyari, ia hanya 'menjual' nama Rina Emilda dan menawarkan karya terbaiknya kepada pembeli.
"Malah banyak teman brand saya enggak pernah saya kabarin kalau saya istri siapa. Enggak pernah saya pakai nama beliau. Saya dari awal berdiri sendiri, cuma support full dari suami," ujarnya.
Dukungan dari suami, menurut Emil, sangat penting. Bukan sekadar dukungan izin bekerja, tapi juga turut membantu dalam urusan bisnis.
"Dia sampai nganter saya jualan atau umpama untuk nganter barang ke penjahit malam-malam, itu dia enggak apa-apa, seneng nganter yang penting pekerjaan masih bisa dilakukan di rumah," cerita Emil.