Jangan Panik, Ini 3 Siklus Penanganan Bencana yang Wajib Diketahui

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Selasa, 12 April 2022 | 13:10 WIB
Jangan Panik, Ini 3 Siklus Penanganan Bencana yang Wajib Diketahui
Warga menerobos banjir yang merendam permukiman sekitar rumahnya di Desa Petak Bahandang, Kabupaten Katingan, Kalimantan Tengah, Sabtu (11/9/2021). [ANTARA FOTO/Makna Zaezar]
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Indonesia dikenal menjadi negara rawan bencana alam. Bahkan juga memiliki jalur gempa teraktif di dunia. Hal tersebut karena letak geografis yang dikelilingi oleh Cincin Api Pasifik.

Selain itu, Indonesia juga berada di atas 3 tumbukan lempeng benua. Bagian utara ada Lempeng Eurasia, di selatan ada Lempeng Indo-Australia, dan timur ada Lempeng Pasifik. Sehingga membuat Indonesia menjadi negara yang rawan dengan gempa bumi, tsunami, juga letusan gunung api.

Pada dasarnya, bencana alam bisa terjadi secara tiba-tiba. Terkadang bisa diprediksi dengan alat tertentu, tapi sesekali juga sulit diketahui. Maka dari itu untuk mengantisipasi terjadinya hal buruk, perlu ada penanggulangan bencana alam. 

Menurut Badan Nasional Penanggulan Bencana (BNPB), bencana adalah peristiwa yang bersifat mengancam dan mengganggu aktivitas maupun kehidupan masyarakat. Penyebabnya bisa disebabkan faktor alam, non alam, maupun akibat ulah manusia. 

Baca Juga: Waspada! 10 Wilayah Di Jaksel Dan Jaktim Berpotensi Terjadi Pergerakan Tanah, Ini Ciri-cirinya

ilustrasi Gempa Blitar. --Dokumentasi - Warga dan relawan merobohkan rumah korban gempa di Majangtengah, Malang, Jawa Timur, Senin (12/4/2021). Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jatuhnya korban lagi karena banyaknya bangunan korban gempa sudah tidak layak huni. [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]
ilustrasi Gempa Blitar. --Dokumentasi - Warga dan relawan merobohkan rumah korban gempa di Majangtengah, Malang, Jawa Timur, Senin (12/4/2021). Hal tersebut dilakukan untuk mengantisipasi jatuhnya korban lagi karena banyaknya bangunan korban gempa sudah tidak layak huni. [ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto]

Akibat dari bencana alam bisa menimbulkan korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, hingga dampak psikologis.

Contoh bencana non alam dan faktor manusia, seperti terjadinya kecelakaan di fasilitas pembangkit listrik tenaga nuklir di Chernobyl, Ukraina pada 1986.

Sementara itu, Bencana alam adalah bencana dengan faktor penyebab utamanya akibat kondisi alam. Antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana alam terjadi tidak hanya sekali, melainkan secara periodik atau berulang. Manusia bisa memprediksinya, tapi karena berhubungan dengan alam, prediksi bisa tepat bisa juga tidak.

Maka dari itu, penanggulangan bencana alam harus dibuat dengan cermat dan bertahap. Serangkaian itulah yang kemudian disebut sebagai siklus. Mulai dari prabencana, bencana, pascabencana, sampai kemudian bencana lagi, begitu seterusnya. 

Baca Juga: BMKG Catat 159 Kali Gempa di Sumbar dalam Sebulan Terakhir

Dikutip dari Ruang Guru, berikut tiga tahap siklus penanggulangan bencana alam:

1. Prabencana

Untuk menghadapi bencana yang akan datang, tahap penanggulangan bencana pertama kali dengan melibatkan seluruh pihak, baik masyarakat maupun pemerintah dengan perlahan belajar dari kejadian-kejadian sebelumnya. Berbagai tindakan yang tujuannya untuk meminimalisir korban jiwa mulai dilakukan.

Seperti membuat rumah anti gempa, atau bisa juga membuat rute atau jalur evakuasi, biasanya mudah ditemukan di daerah kaki gunung. Pemerintah dan tim kebencanaan juga bisa melakukan sosialisasi dan penyuluhan tentang penanggulangan bencana kepada masyarakat agar lebih siap dan siaga menghadapi bencana alam.

Harapannya, dengan melakukan persiapan ini, kerugian ataupun korban jiwa akibat bencana dapat berkurang. Maka dari itu, disebut dengan tahapan prabencana.

2. Saat Terjadi Bencana (Tanggap Darurat)

Pada tahap setelah bencana terjadi, masyarakat akan mulai fokus menyelamatkan korban-korban yang bisa diselamatkan. Tim SAR yang bertugas mengevakuasi dan menyelamatkan korban, akan berusaha menelusuri wilayah-wilayah yang masih mungkin terdapat korban selamat. 

Korban yang sakit juga akan langsung memperoleh pengobatan. Tenda-tenda darurat didirikan, dapur-dapur umum dibentuk, semua masyarakat sibuk bahu-membahu membantu apa yang bisa dilakukan.

Tahap penanggulangan bencana inilah yang disebut tahap tanggap darurat, yang dilakukan tepat setelah bencana terjadi. 

Namun, tahapan ini tak bisa terus-menerus dilakukan. Korban yang hilang tak bisa selamanya dicari. Selain itu, masyarakat mau tidak mau harus belajar meneruskan hidup, mengikhlaskan apa yang telah hilang. Ketika fokus pada penyelamatan korban berakhir, maka akan mulai tahap berikutnya, yakni rekonstruksi dan rehabilitasi.

3. Pascabencana (Rekonstruksi dan Rehabilitasi)

Ketika bencana terjadi, jalan-jalan akan rusak, rumah-rumah rusak, bahkan ada yang hancur. Seringkali bencana juga menelan korban jiwa. Semua itu sangat memungkinkan banyak korban yang mengalami gangguan psikologis, seperti trauma yang berkepanjangan.

Semua tahapan memperbaiki itu semua disebut tahapan rekonstruksi dan rehabilitasi. Rumah-rumah mulai dibangun, begitu pula jalan-jalan, serta berbagai bangunan lainnya. 

Pasar yang tutup perlahan dibuka kembali. Begitupun sekolah-sekolah, siswa berangsur-angsur masuk kembali. Kondisi masyarakat mulai berkembang normal seperti sebelum terjadi bencana.

Namun setelah itu, warga harus mempersiapkan diri untuk menghadapi bencana yang mungkin akan terjadi lagi. Pada saat itulah, tahap pascabencana berakhir, dan kembali memasuki tahap prabencana.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI