Suara.com - Perempuan menstruasi atau haid dan nifas atau kondisi keluarnya darah setelah melahirkan, dilarang berpuasa.
Tapi ada juga yang disebut darah istihadah, yang membuat perempuan tetap wajib menjalankan puasa Ramadhan.
Mengutip NU Online, Kamis (7/4/2022) istihadah adalah darah yang keluar setiap saat selain darah haid dan nifas.
Cara mengenalinya yaitu saat darah keluar bukan setelah melahirkan, tapi lamanya melebihi batas maksimal periode haid, atau lebih dari 15 hari. Jika dalam kondisi tersebut, perempuan itu dikatakan dalam periode istihadah.
Baca Juga: Berlibur ke Bali, Mantan Bintang Film Dewasa Miyabi Ditantang Berpuasa oleh DJ Sacho, Sanggup?
Dalam hukum Islam, istihadah adalah darah penyakit yang membuat perempuan tetap wajib menjalankan puasa Ramadhan, salat, dan boleh membaca Alquran, itikaf atau kegiatan lain yang dilarang pada perempuan haid.
Istilah perempuan yang alami ini disebut sebagai mustahadah, yaitu orang yang suci secara fiqih, yang kasusnya sama seperti orang yang alami gangguan berkemih atau istilahnya dikenal sebagai beser (buang air kecil terus menerus).
Cara Bersuci Perempuan Istihadah
Adapun cara membersihkannya, setiap sebelum salat ia wajib membersihkan area kewanitaan, dan mengganjalnya dengan kapas atau pembalut untuk mengurangi darah yang keluar dan tidak berceceran.
Selanjutnya ia bisa berwudhu, yang harus dilakukan saat menjelang waktu salat seperti setelah azan atau beberapa saat sebelum salat, dan tidak boleh menggunakan wudhu yang sudah lama karena jadi tidak sah.
Maksud wudhu menjelang waktu salat ialah tidak boleh diselingi aktivitas atau kegiatan lain, jadi setelah wudhu harus langsung salat, kecuali saat menanti waktu salat berjamaah.
Baca Juga: Pingsan saat Berpuasa, Apakah Membatalkan Puasa? Ini Penjelasan Buya Yahya
Setiap salat fardu atau salat 5 waktu ia wajib berwudhu dan mengganti pembalutnya.
Cara Perempuan Istihadah Puasa Ramadhan
Pada puasa memang dilarang memasukan benda ke vagina, seperti memasukan kapas untuk mengganjal mencegah darah keluar akan membatalkan puasa.
Maka ulama menjelaskan untuk tidak menyumbat hingga memasukan kapas ke dalam vagina, tapi cukup menahan di bagian luar saja dan ia bisa tetap berpuasa.
Tujuan ini dilakukan untuk menjaga kemaslahatan puasa, dan saat salat ia tetap wajib mengganti pembalutnya.
Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh Syekh Ibnu Hajar al-Haitami dalam kitab Tuhfah al-Muhtaj Hamisy Hasyiyah al-Syarwani.
“Bila ia (perempuan istihadah) berpuasa, maka (wajib) meninggalkan penyumbatan (vagina) di siang hari, cukup mengikatnya. Hal ini karena menjaga (kemaslahatan) puasa, bukan (kemaslahatan) shalat, berkebalikan dengan apa yang diucapkan ulama dalam kasus orang yang menelan benang,".
"Sebab istihadah adalah penyakit yang permanen, secara lahiriyyah akan terus wujud, bila (kemaslahatan) salat dijaga, terkadang sulit mengqadha puasa. Alasan demikian ini tidak wujud dalam kasus menelan benang,”.
Demikian informasi mengenai darah istihadah. Semoga informasi ini bermanfaat.