Suara.com - Kampanye pelestarian alias konservasi air masih belum dilakukan secara maksimal di Indonesia. Pakar mengatakan salah satu sebabnya adalah siklus daur air yang jarang dibahas.
Menurut Pembina Himpunan Penggiat Adiwiyata Indonesia (HPAI) Pusat Sri Yunitta, siklus daur air merupakan hal utama yang harus dipahami pada saat melakukan gerakan konservasi air.
"Ketika bicara konservasi air, hal utama yang harus dipahami yaitu mengenai siklus daur air," kata Sri Yunita.
Sri melanjutkan, paradigma lama menganggap bahwa air hujan yang turun harus secepatnya kembali ke asalnya, yakni sungai atau laut. Namun, paradigma baru menyebutkan bahwa air yang jatuh ke permukaan bumi harus dapat bertahan lama di pemukiman agar dapat digunakan oleh masyarakat.
Baca Juga: 7 Manfaat Tumbuhan bagi Manusia Selain Sumber Makanan
Ada lima prinsip yang harus diperhatikan dalam konservasi air, kata Sri. Pertama, reduce atau menghemat penggunaan air. Kedua, reuse atau memanfaatkan kembali air. Ketiga, recycle atau mengolah kembali air yang sudah digunakan.
Keempat, recharge atau mengisi kembali. Artinya, air hujan langsung masuk ke dalam tanah melalui sumur-sumur resapan. Kelima, recovery atau memfungsikan kembali tampungan-tampungan air dengan cara melestarikan keberadaan situ serta danau.
"Karena recovery atau memulihkan itu memerlukan biaya, daya, dan upaya yang cukup besar, maka prinsip pertama sampai keempat itu yang harus kita utamakan," ujar Sri.
Pada kesempatan yang sama, Sri mengapresiasi pemangku kepentingan termasuk Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek), Departemen Lingkungan Hidup (DLH) serta perusahaan yang memiliki komitmen untuk mengedukasi mengenai pentingnya konservasi air. [ANTARA]
Baca Juga: Apa Fungsi Sumur Resapan Selain Pengendali Banjir?