Pemimpin Perempuan Indonesia Angkat Suara tentang Inklusivitas di Tempat Kerja

Vania Rossa Suara.Com
Rabu, 09 Maret 2022 | 22:25 WIB
Pemimpin Perempuan Indonesia Angkat Suara tentang Inklusivitas di Tempat Kerja
Pemimpin Perempuan Indonesia Angkat Suara tentang Inklusivitas di Tempat Kerja. (tangkap layar)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Perusahaan konsultan manajemen global, Kearney, hari ini mengadakan forum diskusi “Transformasi Masa Depan Pekerjaan untuk Perempuan” dalam rangka memperingati Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada 8 Maret. Diskusi ini bertujuan untuk berbagi wawasan dan memaparkan ide-ide inovatif, serta visi untuk masa depan tempat kerja yang lebih inklusif bagi perempuan, utamanya pemimpin perempuan.

Shirley Santoso, Partner and President Director, Kearney, mengatakan “Wanita terus menjadi pihak yang kurang terwakili di setiap tingkatan dalam perusahaan, terutama pada tingkatan manajerial dan peran kepemimpinan yang kritikal. Perusahaan perlu untuk menyadari bahwa tempat kerja yang beragam dan inklusif dengan pemimpin wanita dapat membawa keuntungan tersendiri bagi perusahaan. Pekerja wanita, khususnya, dapat turut memberikan pandangan yang berbeda dan menyelesaikan masalah melalui berbagai cara, sehingga dapat meningkatkan cara perusahaan-perusahaan menjalankan bisnis dan mendorong pertumbuhan.”

Henny Purnamawati, Senior Partner, Head of Financial Services Indonesia, Egon Zehnder, turut berkomentar mengenai masa depan tempat kerja bagi wanita. Ia mengatakan, “Sejak dahulu, wanita pada umumnya telah menghadapi banyak tantangan dalam menyeimbangkan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga, namun pandemi Covid-19 telah menyoroti fokus pada beratnya beban tak wajar yang harus ditanggung oleh wanita. Situasi ini menjadi penyebab akan meningkatnya kelelahan yang berlebihan dan tingkat atrisi yang tinggi pada pekerja profesional wanita. Masa depan tempat kerja dapat lebih bersifat berkelanjutan dengan mengubah tempat kerja, dan melaksanakan cara-cara baru dalam membina, menarik, dan mempertahankan pekerja profesional wanita."

Forum diskusi ini menyoroti bahwa dalam membina dan mengembangkan pekerja profesional perempuan, perusahaan-perusahan harus memperkuat program pengembangan kemampuan kepemimpinan yang lebih terencana dan terstruktur dengan baik, serta bersifat inklusif pada talenta perempuan.

Baca Juga: Pelecehan Seksual Terhadap Perempuan Naik Pesat Selama Pandemi, Kampanye #itsnotok Digemakan

Sebuah survei telah dilakukan oleh Kearney dengan menanyakan kepada 200 tenaga profesional perempuan dari Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand, dan Singapura mengenai tantangan mereka untuk berpartisipasi dalam program pengembangan kemampuan kepemimpinan.

Hasilnya, 28 persen responden mengatakan bahwa walaupun perusahaan memberikan program pengembangan kepemimpinan, namun sangat minimal kesempatan untuk mempraktekkan hal-hal yang telah mereka pelajari.

Sebanyak 27 persen dari mereka merasa sulit untuk meluangkan waktu antara beban tanggung jawab pekerjaan dan urusan domestik, dan 22 persen mengatakan bahwa perusahaannya tidak melibatkan mereka dalam memutuskan program pelatihan kepemimpinan yang paling cocok yang sesuai dengan kebutuhan mereka, terutama sebagai seorang perempuan.

Svida Alisjahbana, CEO, GCM Group, berpendapat, “Mentorship adalah program pengembangan kepemimpinan yang efektif karena berpusat pada keinginan belajar dan passion dalam bekerja. Merupakan langkah yang bijak bagi perusahaan-perusahaan apabila dapat memastikan bahwa tenaga profesional wanita diberikan akses untuk berelasi dengan role models atau figur panutan untuk bimbingan, pembinaan, dan advokasi atas bakat yang mereka miliki. Hal lain yang juga dapat dilakukan perusahaan adalah mendukung talenta wanita dalam meningkatkan jaringan mereka, secara internal maupun eksternal. Jaringan yang luas memungkinkan wanita untuk belajar dari dalam maupun luar perusahaan mereka, sehingga membantu wanita membangun visibilitas dan kepercayaan diri dalam karir mereka.”

Perihal praktik terbaik dalam menarik dan merekrut talenta perempuan terbaik, perusahaan-perusahaan akan sangat diuntungkan apabila mereformasi proses rekrutmen mereka dengan menggunakan pendekatan yang lebih empatik. Menawarkan fleksibilitas bekerja adalah kunci dalam menarik talenta perempuan, terutama untuk mereka yang juga memikul tanggung jawab rumah tangga.

Baca Juga: Nyesek, Kisah Mahasiswi Ditertawakan Teman karena Fisiknya: Aku Sejelek Itu Ya?

Tatanan kerja yang fleksibel akan memungkinkan perusahaan dan talenta perempuan untuk bersama-sama mengidentifikasi tanggung jawab spesifik dan tujuan khusus yang dapat dicapai oleh talenta.

Survei Kearney telah mengidentifikasi bahwa talenta perempuan di atas 30 tahun (30 persen) dan dibawah 30 tahun (24 persen) lebih menyukai perusahaan yang menawarkan tatanan kerja yang fleksibel.

“Apabila sebuah perusahaan telah berhasil merekrut talenta wanita terbaik, tantangan berikutnya adalah untuk mempertahankan talenta tersebut di tempat kerja. Meskipun ‘The Great Resignation’ terjadi pada semua kelompok umur dan tingkatan kerja, namun dampaknya lebih nyata kepada tenaga profesional wanita yang terus berjuang menyeimbangkan pekerjaan dan kehidupan domestik. Seharusnya, seorang wanita tidak perlu memilih antara passion berkarier dan kehidupan domestik. Jalur menuju peran kepemimpinan bagi tenaga profesional wanita sangat mungkin untuk direalisasikan tanpa harus mengorbankan kehidupan pribadinya; selama organisasi menggunakan pendekatan yang empatik dan mempunyai sikap terbuka untuk berdiskusi dan berkolaborasi,” ucap Shinta Kamdani, CEO of SINTESA Group, Wakil Ketua Koordinator KADIN, dan Ketua Presidensi B20 2022.

Fenomena global “The Great Resination” telah memperlihatkan adanya rekor tertinggi atas kekurangan pegawai karena masyarakat mengevaluasi kembali prioritasnya di tengah pandemi Covid-19.

Menurut Indeks Tren Kerja 2021 oleh Microsoft, lebih dari 40 persen tenaga kerja global, di antaranya adalah tenaga profesional perempuan, telah mempertimbangkan untuk mengundurkan diri dari tempat kerja pada tahun 2021.

Lebih dari itu, banyak perusahaan terus menghadapi kurangnya tenaga kerja terampil pada masa perombakan kerja terbesar dalam sejarah modern ini.

Berdasarkan survei Kearney, tidak adanya kesempatan dalam pengembangan karier adalah alasan utama para talenta perempuan dari berbagai usia akan meninggalkan perusahaan. Talenta perrmpuan yang berusia antara 30 hingga 59 tahun mengatakan bahwa kompensasi finansial yang tidak memadai adalah alasan kedua untuk meninggalkan perusahaan.

Sedangkan untuk para talenta perrmpuan di bawah 30 tahun, kurangnya ketertarikan pada perusahaan adalah alasan kedua untuk meninggalkan perusahaan.

“Banyak perusahaan yang telah mengadopsi model kerja hybrid dalam beberapa tahun terakhir ini. Model hybrid bukanlah konsep baru, tetapi baru sekarang dipraktikkan sepenuhnya karena adanya protokol kesehatan dalam melawan Covid-19. Fleksibilitas memang menawarkan kesempatan untuk mendapatkan keseimbangan antara kehidupan pribadi dan pekerjaan yang lebih sehat. Namun, bagi para wanita profesional, khususnya para ibu dengan tanggung jawab domestik dan pengasuhan anak, fleksibilitas bukan hanya soal lokasi kerja. Fleksibilitas juga termasuk perihal kebebasan mengelola jam kerja yang paling sesuai serta beban tanggung jawab yang wajar dalam perusahaan dengan tujuan yang jelas,” tutup Shirley Santoso.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI