Suara.com - Praktisi kehumasan atau Public Relations (PR) sepatutnya memiliki tiga kompetensi yang tidak bisa ditawar-tawar, yaitu komunikasi (berpikir strategis), berbicara di depan publik dan menulis.
Ketiganya menjadi modal penting dalam membuat narasi yang menjadi roh paling krusial dalam kampanye PR.
CEO Media Labs, Dudy Sya’bani Takdir, mengatakan, kemampuan menulis seorang praktisi humas malah tidak sekadar menulis, tetapi harus menguasai hypnowriting atau metode penulisan yang menghipnotis agar dapat mempengaruhi pembaca.
“Kemampuan menulis kemudian bisa dikembangkan ke hypnowriting sehingga mampu mengubah persepsi publik terhadap sebuah perusahaan lebih optimal,” kata Dudy di Webinar “Peran Hypnowriting dalam PR Writing, Powerful?” yang digelar oleh Media Labs PR Digital Agency, beberapa waktu lalu.
Senada dengan Dudy, Ketua Umum Iprahumas (Ikatan Pranata Humas) Indonesia, Thoriq Ramadani, pun menyoroti kompetensi menulis ini.

“Kami dari Iprahumas menggagas program 100 penulis agar para Pranata Humas termotivasi untuk menulis,” katanya.
Thoriq menegaskan, menulis merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh praktisi humas terutama humas yang bekerja di lingkungan pemerintah.
“Hal itu karena praktisi humas menjadi jembatan antara pemerintah dengan masyarakat, selain itu humas sebagai sumber rujukan yang terpercaya bagi masyarakat dan humas juga merupakan ujung tombak komunikasi,” kata dia.
Sementara itu, instruktur hypnoterapis Asep Herna (Creative Director MAC909) memaparkan mengenai peran PR dalam mengenal dan mengeksplorasi mental audiens untuk dapat mempengaruhi recall/call to action yang tinggi melalui impact yang dibangun.
Baca Juga: Kemnaker Raih Anugerah Media Humas 2021
Hal tersebut dimulai dengan metode-metode penting dalam menulis seperti dari pemilihan kata, bunyi, repetisi, metafora, dan preposisi.