Suara.com - Midodareni merupakan salah satu prosesi sakral dalam pernikahan adat Jawa, sehingga bagi beberapa orang, tradisi ini tidak mungkin untuk dilewatkan saat pernikahan.
Midodareni juga kerap disebut sebagai malam pangarip-arip atau malam terakhir di mana kedua mempelai memiliki status lajang.
Bagaimana susunan acara Midodareni dan apa maknanya bagi kelangsungan rumah tangga kedepannya? Yuk simak ulasan lengkapnya berikut!
Jika dilihat dari asal muasal katanya, Midodareni berasal dari kata widodari atau bidadari yang turun dari langit. Pelaksanaannya sendiri dilakukan setelah rangkaian acara siraman yang dimaksudkan untuk pembersihan bagi kedua mempelai sebelum acara pernikahan.
Menurut kepercayaan masyarakat Jawa, Midodareni adalah malam di mana ada bidadari yang datang untuk mempercantik calon pengantin wanita. Biasanya calon pengantin wanita juga akan mendapatkan wejangan dari leluhur atau orang yang berumur lebih tua.
1. Jonggolan
Rangkaian pertama dalam prosesi Midodareni adalah Jonggolan atau juga dikenal dengan seserahan. Jonggolan sendiri merupakan saat di mana calon pengantin pria datang ke kediaman wanita untuk menemui orang tuanya dengan tujuan untuk menunjukkan bahwa mereka dalam keadaan sehat dan siap menikahi anaknya.
Baca Juga: Penyakit Ferry Irawan Kambuh hingga Tak Sadarkan Diri, Sempat Buat Panik Venna Melinda
Calon pengantin pria akan datang bersama keluarga besarnya dengan membawa seserahan berisi keperluan sehari-hari. Biasanya, jumlah bingkisan seserahan adalah ganjil.
Pada malam seserahan ini, calon pengantin pria tidak diizinkan untuk bertemu dengan calon pengantin wanita, karena mereka sedang dipingit.
2. Tantingan
Usai memberikan seserahan pada pihak keluarga calon pengantin wanita, calon pengantin pria akan meminta restu dan mendapat jawaban dari keluarga wanita.
Karena pada malam Midodareni calon pengantin wanita tidak diperbolehkan menemui calon pengantin pria, maka keputusan penerimaan dan penolakan akan Diserahkan kepada orang tuanya.
3. Kembar mayang
Masih dalam rangkaian acara malam Midodareni, selanjutnya ada prosesi penyerahan Kembang Mayang atau sepasang hiasan dekoratif simbolik dengan tinggi hampir satu badan manusia. Dalam penyerahannya, kembang mayang akan didampingi sepasang cengkir gading yang dibawa sepasang gadis.
Dalam kepercayaan Jawa, Kembar Mayang hanya dipinjam dari dewa, sehingga kembang mayang akan dikembalikan ke bumi usai prosesi Midodareni dengan melabuhkannya ke air.
4. Catur Wedha
Rangkaian malam Midodareni selanjutnya adalah penyerahan Catur Wedha. Catur Wedha sendiri berisi wejangan yang diberikan oleh ayah calon pengantin wanita kepada calon pengantin laki-laki.
Dilansir dari Majalah Kelasa, Catur Weda berisi 4 pedoman hidup yaitu hangayomi atau melindungi, hangayani atau mencukupi kebutuhan, hangayemi atau rasa nyaman, dan hanganthi atau pemimpin. Dengan nilai-nilai ini diharapkan calon pengantin pria dapat menuntun calon istri dan anak-anaknya kelak.
5. Wilujengan Majemukan
Prosesi terakhir dalam malam Midodareni adalah Wilujeng Majemukan. Pada proses ini, kedua keluarga calon pengantin akan bersilaturahmi untuk merelakan para calon mempelai memulai kehidupan berumah tangga.
Setelah itu, keluarga calon pengantin perempuan akan menyerahkan asul-asul dari seserahan yang telah mereka terima. Asul-asul memiliki isi yang sama dengan seserahan tadi, seperti pakaian dan kebutuhan sehari-hari.
Hanya saja, pada asul-asul biasanya juga disertai pusaka atau keris sebagai simbol bahwa calon mempelai pria akan menjadi pelindung keluarga.
Kontributor : Hillary Sekar Pawestri