Suara.com - Permintaan daging buaya di Thailand meningkat drastis karena harga daging babi naik dalam beberapa waktu terakhir akibat berkurangnya pasokan, yang dipicu oleh wabah flu Afrika.
Kelangkaan daging babi di Thailand diperkirakan akan berlangsung selama beberapa bulan mendatang, demikian diwartakan Nikkei, Jumat (21/1/2022). Perdana Menteri Thailand, Prayuth Chan-ocha pekan lalu telah memerintahkan jajarannya untuk menyelesaikan masalah kelangkaan daging babi ini.
"Banyak toko makanan dan restoran datang kepada saya untuk membeli daging buaya," kata Wichai Roongtaweechai, seorang peternak buaya di Provinsi Nakhon Pathom. Ia mengelola peternakan seluas 3 hektare yang berisi 10.000 ekor buaya.
Sebelumnya peternakan Roongtaweechai hanya menjual kulit buaya. Adapun dagingnya lebih banyak dijual ke restoran China dan restoran khusus yang menjual daging-daging unik.
Baca Juga: Stok Daging Babi di Sulawesi Selatan Menipis
Tetapi dalam beberapa pekan terakhir penjualan daging buaya naik lebih dari 100 kilogram per hari, dari biasanya cuma 20 kg. Roongtaweechai bilang, ia bisa memperoleh 50 kg daging dari tiap ekor buaya.
Menurut data Kementerian Pertanian Thailand, di negara itu ada 1.150 orang yang memiliki, beternak atau berdagang buaya. Totalnya mereka membudidayakan 1,2 juta ekor buaya per bulan.
Dari jumlah itu, sebanyak 60 persen diambil dagingnya untuk diekspor terutama ke China. Sementara 40 persen lagi untuk diambil kulitnya. Hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan untuk konsumsi lokal.
Harga daging buaya sendiri telah naik hampir dua kali lipat, menjadi 80 baht sampai 190 bath per kilogram. Bagian yang paling mahal adalah buntut, yang menurut para konsumen memiliki daging lebih lembut dan rendah lemak.
Thailand sudah mengalami krisis daging babi sejak pertengahan 2021, ketika setidaknya 159.000 ekor babi ternak dibantai karena terjangkit virus flu Afrika.
Baca Juga: Emak-emak Ini Masak Daging Buaya Pakai Bumbu Kecap, Netizen: Mantanku Berakhir Tragis