Suara.com - Saat menghadapi sesuatu yang mengkhawatirkan, sebagian orang mungkin akan menyarankan untuk tetap berpikir positif. Selain menimbulkan rasa tenang, berpikir positif juga terkadang bisa membuat perasaan agak bahagia.
Tetapi, hanya melihat sesuatu dari sisi positifnya juga bisa berdampak buruk, lho. Secara psikologis, manusia sebenarnya perlu untuk memperlawankan sisi positif dengan sisi negatif lainnya. Hal itu disebut dengan mental contrasting.
Mental contrasting merupakan hasil riset dari Gabriele Oettingen, seorang Profesor Psikologi di New York University and The University of Hamburg, selama 20 tahun. Tujuan dari mental contrasting agar manusia menyiapkan pikiran bawah sadar tentang kemungkinan adanya rintangan di masa depan.
Cara kerja pikiran dalam mental contrasting tidak hanya memikirkan kesenangan dan menghindari kesengsaraan jangka pendek. Tapi juga harus fokus mencari kesenangan dan menghindari kesengsaraan untuk jangka panjang.
Baca Juga: 3 Tanda Kamu Terlalu Sabar dalam Hubungan Asmara, Akhirnya Tidak Bahagia!
Contohnya, banyak orang sukses merelakan waktu senggang di masa mudanya dan fokus mengejar cita-cita untuk sukses di masa depannya.
Dikutip dari Ruang Guru, dalam risetnya, Oettingen juga memberikan cara ampuh untuk bisa menerapkan mental contrasting melalui tahapan WOOP atau Wish, Outcome, Obstacle, dan Plan.
W – Wish
Pada tahap awal, disarankan untuk memikirkan apa yang benar-benar diharapkan. Tidak sembarangan berharap, tapi juga perlu memikirkannya secara SMART, yakni specific (spesifik), measurable (bisa diukur), achievable (bisa dicapai), realistic (relevan), dan time based (punya rentan waktu).
O – Outcome
Baca Juga: 5 Cara Mencintai Diri Sendiri, Terapkan dari Sekarang!
Pada tahapan kedua masih masuk ke dalam berpikir positif dan yakin apa yang diharapkan bisa terwujud. Tapi dalam berpikir positif, disarankan jangan terlalu berlebihan. Karena yakin saja belum cukup. Masih ada kenyataan lain yang perlu dilalui pada tahapan selanjutnya.
O –Obstacle
Hidup tidak akan selalu mulus. Meski kecil, tapi pasti akan ada tantangannya. Hambatan sebenarnya suatu hal yang wajar dan setiap orang punya hambatannya yang bisa berasam dari dua faktor, yaitu internal dan eksternal.
Tantangan faktor internal datang dari diri sendiri, misalnya malas mengerjakan sesuatu sehingga harapan tidak kunjung tercapai. Sedangkan faktor eksternal datang dari lingkungan sekitar yang mempengaruhi tindakan.
P – Plan
Tahap terakhir tentang bagaimana merancang strategi yang harus dilakukan. Pada langkah ini dituntut untuk memikirkan jika sudah tahu hambatan (x), maka tahu apa yang harus dilakukan (y). Misalnya, jika seorang anak malas belajar, maka orangtua ataupun guru perlu mencari metode balajar yang baru dan lebih menyenangkan, seperti audio atau visual.