Pemberontakan DI/TII merupakan salah satu pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia. Sebab, pemberontakan ini menyebar di berbagai wilayah Indonesia dari Jawa, Sumatera, Sulawesi maupun Kalimantan.
- Pemberontakan DI/TII Jawa Barat
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat merupakan pelopor gerakan DI/TII. Bahkan pemimpinnya, SM. Kartosuwiryo, didaulat sebagai imam atau pemimpin tertinggi dari Negara Islam Indonesia, serta diakui oleh wilayah-wilayah pemberontakan lain.
- Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah
Dilatarbelakangi keinginan untuk bergabung dengan NII bentukan Kartusuwiryo, pemberontakan di Jawa Tengah ini berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga Juni 1954. Pemberontakan hadir dalam bentuk mengikrarkan berdirinya DI/TII Jawa Tengah pada 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal.
- Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan
Pemberontakan ini dipicu oleh kekecewaan Kahar Muzakar karena pasukannya yang tergabung dalam Komando Griliya tidak dimasukan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS).
Pemberontakan berlangsung antara tahun 1950 hingga Februari 1965. Setelah ditolak dari APRIS. Kahar Muzakar berserta anak buahnya melarikan diri ke hutan, dan ia menyatakan bahwa pasukannya menjadi bagian dari NII Kartosuwiryo.
- Pemberontakan DI/TII Aceh
Pemberontakan ini dipicu oleh kekecewaan masyarakat Aceh karena diturunkannya status Aceh menjadi Keresidenan di bawah Sumatra Utara. Pemberontakan berlangsung antara 1951 hingga 1962.
- Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan
Pemberontakan ini disebabkan keinginan untuk bergabung dengan NII bentukan Kartosuwiryo, dan berlangsung antara tahun 1950 hingga 1959.
3. Pemberontakan 30 September 1965
Peristiwa ini memang hanya berlangsung dua hari satu malam. Tapi dampaknya cukup besar bagi kehidupan perpolitikan bangsa Indonesia ketika itu. Mengenai siapa dalang dari peristiwa ini, banyak versi yang beredar.
Baca Juga: 4 Cara Memperluas Pengetahuan Sejarah, Salah Satunya Melalui Medsos
Peristiwa Gerakan 30 September 1965 ialah tragedi nasional yang diduga dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dan menimbulkan korban di kalangan petinggi militer.