Off Cam Jadi Isu Hangat di Kalangan Pendidik Saat Pembelajaran Jarak Jauh

Vania Rossa Suara.Com
Jum'at, 14 Januari 2022 | 11:00 WIB
Off Cam Jadi Isu Hangat di Kalangan Pendidik Saat Pembelajaran Jarak Jauh
Jakarta Principal Shadowing Program. (Dok. Jakarta Intercultural School)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Pembelajaran jarak jauh alias PJJ memberi tantangan tersendiri baik kepada murid maupun guru. Salah satu yang paling banyak ditemui adalah murid melakukan off cam alias mematikan kamera saat PJJ berlangsung.

Hal ini dikatakan Nunun Maslukah, Kepala Sekolah SMAN 74 Jakarta, yang mengatakan, “Selama proses belajar jarak jauh, para murid sering off cam atau mematikan kamera saat belajar."

Sebagai guru, Nunun biasanya memberikan toleransi kepada murid yang melakukan off cam. Tapi, hal ini kemudian menjadi problem dalam proses belajar.

Off cam, dikatakan Nunun, menjadi isu hangat di kalangan pendidik, karena dianggap mengganggu proses belajar para murid.

Baca Juga: Cara Belajar Baru Pendukung Pendidikan di Masa Pandemi

Nunun merupakan satu dari 11 kepala sekolah yang terpilih dalam program Jakarta Principal Shadowing Program, yaitu program peningkatan kompetensi manajerial kepala sekolah negeri di lingkungan DKI Jakarta yang diadakan oleh Jakarta Intercultural School atau JIS bekerjasama dengan Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) dan Dinas Pendidikan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Melalui bimbingan dari para pengajar berpengalaman dari Jakarta Intercultural School, Nunun kemudian terinspirasi untuk lebih mengurangi toleransi kepada para murid yang melakukan off cam.

"Dalam program ini, kami didorong untuk meningkatkan disiplin, misalnya satu kali diizinkan off cam. Jika terjadi yang kedua, maka mereka akan dianggap tidak ikut kelas,” tambahnya.

Dede Hidayat, Kepala Sekolah SMKN 40, Jakarta Timur, mengungkapkan, “Tantangan kepala sekolah saat ini adalah me-manage orang-orang. Terkait guru, kami harus bisa memotivasi mereka dan meningkatkan self-discipline. Kepala sekolah dituntut untuk bisa meningkatkan performa guru agar memiliki komitmen yang kuat dalam mengajar.”

“Ada murid yang hanya mematikan kamera di jam tertentu. Setelah diselidiki, ternyata ia setiap pagi disuruh orangtua ke pasar. Kami pun berdialog dengan orangtua untuk memberi pengertian tentang proses belajar jarak jauh yang baik dan kini tidak terjadi lagi,” tambah Dede.

Selain masalah off cam, dari program ini, Dede juga mendapat inspirasi lain, salah satunya yang penting adalah data sistematis tentang murid.

Baca Juga: Kemendikbudristek: PJJ Akan Dilanjutkan di Masa Depan jadi Hybrid Learning

“Saat ini Wakil Bidang Kesiswaan di sekolah hanya mendata masalah-masalah berat yang dilakukan murid. Kalau kami punya data yang lebih sistematis dan detail tentang para murid, kami bisa mendeteksi masalah lebih dini dan mampu mencegahnya, seperti yang diterapkan di JIS,” tambahnya.

Peserta Jakarta Principal Shadowing Program. (Dok. Jakarta Intercultural School)
Peserta Jakarta Principal Shadowing Program. (Dok. Jakarta Intercultural School)

Mengenai Jakarta Principal Shadowing Program, Maya Nelson, Interim Head of School dari JIS, mengatakan bahwa dalam program pendampingan terhadap para pemimpin sekolah-sekolah negeri di Jakarta ini, para kepala sekolah dapat berbagi dan mendapatkan inspirasi dari para pengajar di JIS dan terinspirasi untuk menjawab tantangan dalam pendidikan Indonesia, khususnya dalam kondisi new normal.

Penyelenggaraan program Jakarta Principal Shadowing Program, pada 12-13 Januari 2022 juga dihadiri oleh Mochamad Miftahulloh Tamary, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia, Provinsi DKI Jakarta dan Indang Murniningsih, SPd, MM Kabid Pengembangan Kompetensi Dasar Manajerial dan Fungsional BPSDM Provinsi DKI Jakarta.

“Program ini sangat penting bagi para kepala sekolah agar dapat melihat secara langsung pengelolaan sekolah bertaraf internasional. Dengan program ini, wawasan mereka tentang pengajaran maupun program semakin terbuka. Selain dapat diterapkan di sekolah masing-masing, mereka juga dapat berbagi dengan rekan-rekan lain di luar sana. Karena sebelas kepala sekolah ini sudah melewati seleksi dan dianggap kompeten untuk dapat mengikuti program ini,” ujar Miftah.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI