Suara.com - Sebuah pernyataan kontroversial membuat masyarakat China ramai-ramai 'menyerang' pengadilan tinggi Provinsi Shandong.
Hal ini terjadi setelah lembaga peradilan tersebut menetapkan tidak akan menerima permohonan gugatan cerai hanya dengan dalih perselingkuhan. Pernyataan ini diungkap dalam sebuah artikel berjudul "Gugatan Cerai Hanya Karena Alasan Perselingkuhan Tidak akan Diterima".
Artikel tersebut menuai kontroversi dari masyarakat setempat sebagaimana dilaporkan beberapa media.
Perselingkuhan bukan merupakan kohabitasi atau terikat perkawinan namun tinggal serumah bersama orang lain tanpa ikatan perkawinan secara terus-menerus dalam waktu lama, demikian penjelasan yudisial pasal perkawinan dan keluarga dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata yang disahkan oleh Mahkamah Agung China pada 29 Desember 2020.
Baca Juga: Setahun Terakhir, 1.585 Perempuan di Gresik Menceraikan Suaminya
Oleh sebab itu, perbuatan serong tidak bisa dijadikan dalih oleh seseorang dalam mengajukan gugatan cerai kecuali penggugat dapat menyertakan bukti-bukti kohabitasi yang berjalan secara terus-menerus itu.
"Sebagai contoh, ada rekaman pasangan Anda tinggal bersama seseorang di hotel atau foto yang menunjukkan pasangan Anda bergandengan tangan dengan seseorang di jalan, maka hal itu bukan sebagai bukti kohabitasi," kata artikel tersebut.
Artikel tersebut memicu kehebohan karena perbuatan serong bukan dikategorikan sebagai kohabitasi dan bukan delik yang sah dalam materi gugatan talak.
Masyarakat setempat bahkan menyimpulkan bahwa seseorang tidak boleh meminta cerai meskipun pasangannya sedang menjalin asmara dengan seseorang.
Meskipun artikel tersebut dihapus, tanda pagar "Tidak boleh menggugat cerai karena pasangan berselingkuh" telah disukai dan dikomentari 990 juta kali di Sina Weibo, platform media sosial mirip Twitter.
Baca Juga: Suami Gugat Cerai Istri karena Berat Badan: Dia Sekarang seperti Nenek-nenek
Untuk menekan tingginya angka perceraian di China, lembaga peradilan setempat memperketat persyaratan permohonan talak.
Mediasi dan masa jeda menjadi salah satu hal yang mulai diberlakukan oleh lembaga peradilan di China kepada pemohon, mirip dengan yang telah diberlakukan sejak lama di Indonesia. [ANTARA]