Suara.com - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) menemukan bahwa kasus kekerasan fisik dan seksual terhadap perempuan lebih banyak terjadi di perkotaan.
Temuan itu berdasarkan hasil survei pengalaman hidup perempuan nasional 2021 terhadap perempuan berusia 15-64 tahun yang tersebar di 160 Kabupaten/Kota pilihan dalam 12.800 rumah tangga.
"Rata-rata kasus kekerasan seksual, kekerasan fisik, juga kekerasan fisik dan seksual oleh pasangan maupun bukan pasangan kecenderungan di wilayah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan. Ini juga dapat dilihat bahwa tahun 2016 juga demikian," kata Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA Ratna Susianawati dalam konferensi pers hasil survei, Senin (27/12/2021).
Menurutnya, terdapat beberapa penyebab daerah perkotaan lebih tinggi kasus kekerasannya dibandingkan di desa.
Baca Juga: Resmi! Pria Penarik Jilbab Pegawai Koperasi di Karanganyar Jadi Tersangka
"Salah satunya, mobilisasi masyarakat, agresivitas masyarakat di perkotaan. Kemudian juga hubungan interaksi masyarakat di perkotaan. Ini yang menjadi salah satu faktor menyebabkan kenapa di wilayah perkotaan lebih tinggi daripada di pedesaan," jelas Ratna.
Selain itu, kekerasan juga lebih banyak dialami oleh perempuan yang bekerja maupun terjadi di tempat kerja. Kata Ratna, prevalensi kekerasan fisik dan atau seksual pada perempuan yang bekerja ada sebanyak 27,7 persen. Sementara perempuan yang tidak bekerja ada sebanyak 24,8 persen yang mengalami kekerasan.
Dilihat dari jenjang pendidikan, kekerasan fisik dan atau seksual yang terjadi selaman mereka hidup paling banyak terjadi pada yang jenjjang pendidikannya SMA ke atas, jumlahnya hampir 32,4 persen. Dibandingkan dengan tingkat SD atau SMP ada 22,3 persen.
Ratna mengungkapkan, kesimpulan dari hasil survei menemukan bahwa selama setahun terakhir prevalensi kekerasan fisik dan atau sekstual oleh selain pasangan maupun pasangan terjadi peningkatan. Akan tetapi, kasus kekerasan yang pernah terjadi selama hidup perempuan yang disurvei jumlahnya menurun.
"Yang dimaksud pasangan ini tentunya ada suami, pasangan yang hidup bersama tidak menikah, kemudian pasangan seksual tinggal serumah. Sementara yang disebut selain pasangan misalnya orangtua, mertua, keluarga, teman, guru, orang tidak dikenal, aparat keamanan, majikan, dan lain sebagainya," paparnya.
Baca Juga: Kejari Sintang Tuntaskan Ratusan Perkara, Kasus Pelecehan Seksual Anak Mendominasi