Kisah Trimah, Pengrajin Disabilitas yang Membuat Batik Pakai Kaki

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 06 Desember 2021 | 17:15 WIB
Kisah Trimah, Pengrajin Disabilitas yang Membuat Batik Pakai Kaki
Kisah Trimah, Pengarin Batik Disabilitas yang Membatik Dengan Kaki. (Dok: Istimewa)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Trimah sebelumnya tidak pernah terpikirkan untuk menjadi pengrajin batik. Tapi, rasa penasarannya, menuntunnya untuk terus mencoba dan belajar membatik dengan kakinya. 

Perempuan kelahiran Magelang , Jawa Tengah, 15 April 1990 ini merupakan seorang disabilitas. Ia menjadi salah satu pembatik yang membuat batik dengan kaki. Canting yang biasa digunakan untuk mebuat batik ia jepit di antara jari kakinya. Lalu, kakinya mengayun membuat pola-pola abstrak pada sebuah kain. 

“Saya mulai membatik sejak tahun 2014, namun sudah mulai belajar sejak tahun 2010 untuk membatik menggunakan kaki. Dengan membatik saya mendapatkan treatment untuk mengendalikan emosi dan tempramen. Saya juga bisa menghasilkan dan membantu perekonomian,” ujar Trimah dalam keterangannya, Senin, (6/12/2021). 

Rasa penasaran ini didorong dengan keingintahuannya karena melihat orang lain mampu membatik. Sehingga muncul pemikiran ia juga bisa melakukan hal yang sama dengan kakinya.

Kisah Trimah, Pengarin Batik Disabilitas yang Membatik Dengan Kaki. (Dok: Istimewa)
Kisah Trimah, Pengarin Batik Disabilitas yang Membatik Dengan Kaki. (Dok: Istimewa)

Trimah mengungkapkan banyak kegagalan yang harus dilewati. Tetapi rasa penasaran mampu mengalahkan rasa menyerah yang dialami serta membangun kepercayaan dirinya.

Ia juga bertekad untuk mendapatkan pendapatan untuk dirinya sendiri, sehingga dapat hidup mandiri. Dalam prosesnya belajar dan didukung oleh orang-orang di sekelilingya, ia terus berkarya dan mampu membuat batik dengan motif abstrak dan warna-warna yang berani.

Trimah juga menerapkan nilai yang sama dalam merawat anaknya, yaitu menggunakan hati yang tulus, lapang, juga ikhlas dalam setiap goresan malam yang ia bubuhkan ketika proses membatik.

“Perasaan saya menjadi pembatik itu bangga, karena tanpa disadari saya ikut “nguri-uri” (melestarikan) kebudayaan Jawa. Menurut saya merawat anak dan membatik itu hampir sama, karena keduanya menggunakan hati yang tulis, lapang, juga ikhlas,” ungkap Trimah.

Hingga kini, Trimah telah mampu menghasilkan batik tulis yang ditulis menggunakan kakinya sendiri dengan brand Batik Samparan. Ia juga berkarya sebagai mitra dampingan dari Pusat Rehabilitasi Yakkum (PRY). Karya batik ini dikenal orang dengan metode mulut ke mulut, serta dijual melalui media sosial seperti Instagram dan Facebook.Karya-karya batik tulis dari Trimah sendiri juga dapat dipesan motif dan warnanya, sehingga dapat menyesuaikan keinginan dari para pembelinya.

Baca Juga: Bupati Sleman Ajak Masyarakat Lebih Paham dan Peduli Disabilitas

Trimah berharap, karya yang ia ciptakan juga dapat menginspirasi banyak orang untuk tidak menyerah dan terus berkarya.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI