Suara.com - Pencegahan kekerasan seksual perlu terus dikampanyekan. Sebab sekecil apapun kekerasan yang dilakukan, sudah termasuk dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM)
Hal ini ditegaskan oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) I Gusti Ayu Bintang Darmawati, yang mengajak semua pemangku kepentingan untuk mendorong penghapusan kekerasan seksual.
"Kekerasan terhadap perempuan dalam situasi tersulit sekalipun merupakan bentuk pelanggaran HAM," katanya mengutip ANTARA.
Ia menjelaskan bahwa tepat di Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan yang diperingati pada 25 November telah dimulai kampanye penghapusan kekerasan terhadap perempuan yang berlangsung selama 16 hari.
Baca Juga: Puan Klaim Semangat Tuntaskan RUU TPKS, Tapi Suara Mayoritas Fraksi di Panja Masih Berbeda
Kampanye itu akan berakhir pada 10 Desember, yang merupakan Hari HAM Internasional. Rentang waktu itu, jelasnya, menggambarkan hubungan simbolik antara kekerasan yang dialami perempuan dan HAM.
Dalam kesempatan tersebut, ia mengatakan bahwa kondisi kekerasan terhadap perempuan di Indonesia berada dalam tingkat memprihatinkan. Dia menyoroti bagaimana menurut Komnas Perempuan telah terjadi lonjakan kekerasan terhadap perempuan, dengan sepanjang 2020 terdapat 299.911 kasus yang dilaporkan.
Menyebut fenomena kekerasan terhadap perempuan sebagai gunung es, ia menjelaskan bahwa jumlah yang sebenarnya dari kasus itu mungkin lebih besar dari yang dilaporkan selama ini.
"Sebagai gambaran atas ketimpangan relasi kuasa penyintas dapat merasa sangat takut untuk melaporkan kekerasan yang dialaminya," katanya.
Untuk itu penurunan kekerasan terhadap perempuan dan anak kemudian menjadi salah satu dari lima isu prioritas yang diarahkan Presiden Joko Widodo kepada Kementerian PPPA.
Baca Juga: Jangan Spill di Medsos, Ini Cara Tepat Atasi Kasus Kekerasan Seksual
Dia menjelaskan pihaknya berfokus kepada lima aksi yaitu prioritas pada pencegahan, memperbaiki sistem pelaporan dan layanan pengaduan, melakukan reformasi pada manajemen penanganan kasus, melaksanakan proses penegakan hukum yang memberikan efek jera dan memberikan layanan pendampingan serta rehabilitasi sosial dan reintegrasi sosial.
Kementerian PPPA juga mendapatkan tugas dan fungsi tambahan implementatif melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 65 Tahun 2020 tentang Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak yang membuatnya memiliki fungsi sebagai penyedia layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan yang membutuhkan perlindungan khusus dan koordinasi tingkat nasional serta internasional.
Dalam kesempatan itu ia juga mengajak berbagai pemangku kepentingan untuk menyukseskan penghapusan kekerasan terhadap perempuan.
Secara khusus kepada media diminta untuk melakukan pemberitaan yang berpihak pada korban dengan tidak menyebarluaskan data pribadi dan menggiring opini yang tidak ramah penyintas, demikian I Gusti Ayu Bintang Darmawati. [ANTARA]