Suara.com - Kasus kekerasan seksual kerap terungkap ke publik setelah viral di media sosial. Namun cara tersebut sebenarnya tidak disarankan jika korban belum memiliki pendampingan hukum sekaligus dukungan moral.
"Tren spill atau angkat bicara tentang kekerasa seksual di media sosial memang tidak disarankan. Bagi korban kekerasan seksual hal pertama yang sebaiknya dilakukan adalah menghubungi lembaga layanan atau lembaga pendampingan yang menangani isu kekerasan seksual," saran aktivis perempuan Kalis Mardiasih dalam acara diskusi '30 Tahun Kampanye Anti Kekerasan Terhadap Perempuan', di Jakarta, Kamis (25/11/2021).
Kasus memang tidak langsung ditangani oleh lembaga pendamping, kata Kalis. Sebab fokus utama yang akan dilakukan adalah memberikan pemulihan kepada korban, baik secara fisik maupun psikis. Setelah itu, korban akan diberikan pendamping hukum profesional.
"Dialah nanti yang akan menawarkan kepada korban apakah ingin memproses kasus secara litigasi atau tidak. Korban sendiri yang akan memutuskan," katanya.
Baca Juga: Komnas Perlindungan Anak Mengawal Kasus Kekerasan Seksual di Malang
Hal serupa disampaikan oleh Pemimpin Umum Proyek Multatuli Evi Mariani. Menurutnya, korban kekerasan seksual juga bisa berbalik menjadi tersangka jika salah dalam mengambil tindakan.
Oleh sebab itu, ia menyarankan agar korban lebih dulu mendapatkan dukungan, minimal dari keluarga juga lingkungan sekitarnya.
"Memang yang pertama perlu dilakukan adalah menghubungi bantuan sehingga ada sistem pendukung. Tapi, sayangnya gak semua kota, kabupaten punya layanan. Paling tidak, pastikan punya support sistem dari keluarga, teman, itu sudah cukup, baru ngomong," ujarnya.