Suara.com - Toxic masculinity merupakan istilah yang populer di kalangan masyarakat. Istilah itu merujuk pada perilaku aspek negatif dari sifat maskulin yang terlalu berlebihan.
Sifat itu seringkali melekat pada banyak lelaki. Dalam masyarakat, lelaki yang tidak maskulin seringkali dianggap lemah. Bahkan, nilai-nilai tersebut telah dikenalkan pada lelaki ketika mereka masih dini.
Toxic masculinity mengharapkan lelaki tidak boleh menangis, dan selalu kuat dalam segala keadaan.
Menanggapi hal tersebut, Psikolog Klinis Fajrin Trisnaramawati mengatakan, ada beberapa contoh perilaku toxic masculinity yang sering terjadi.
Baca Juga: 10 Hal Penting yang Perlu Diajarkan Orangtua Kepada Anak Lelaki
“Yang sering kita dengar adalah, lelaki tidak boleh mengeluh dan menangis. Juga melakukan tindak kekerasan pada orang lain, dan menunjukkan dominasi serta kekuatan terhadap orang lain,” ungkapnya dalam acara Untar: Threat of Toxic Masculinity And How To Fight It, Rabu (24/11/2021).
Selain itu, Fajrin mengatakan, contoh perilaku lain dari toxic masculinity juga terjadi pada lelaki yang harus melakukan kekerasan fisik, verbal, dan seksual terhadap pasangan.
Lebih parahnya, toxic masculinity menganggap bahwa lelaki merasa tidak perlu membela hak perempuan dan kaum marjinal lain.
“Dari toxic masculinity ini akan membatasi pertumbuhan seseorang untuk menjadi lelaki yang seperti apa. Dan ini akan menjadi konflik bagi dirinya dan juga lingkungannya,” ungkap Fajrin.
Fajrin menambahkan, perilaku seperti ini akan membuat seorang lelaki memandang dunia dari kacamata sempit. Selain mengandalkan kekuatan dan dominasi yang dianggap jantan.
Baca Juga: Anak Disindir Saat Mainan Sapu, Chef Arnold Beri Jawaban Menohok
“Seperti kalau kita mau jadi pria yang sejati, kita harus jadi dominan. Juga perlu memiliki kekuasaan dan sebagainya,” pungkasnya.