"Dengan adanya layanan keuangan/pembayaran digital, banyak lini-lini bisnis yang dulunya sifatnya manual dan operasional dapat dioptimisasi untuk jadi lebih efisien," kata perempuan kelahiran tahun 1990 ini.
Tantangan Perempuan Memimpin Startup
Menjalankan startup bukanlah sesuatu yang mudah dilakukan. Terlebih, Natasha memilih momentum pandemi, yang sangat tidak kondusif, untuk memulai usahanya. Namun, dirinya pribadi merasa yakin dengan apa yang dijalankannya saat ini.
"Saya telah diberkati dengan lingkaran dalam yang sangat mendukung, mentor, jaringan bisnis, akses pasar, dan faktor lainnya. Tetapi ini semua bukan sesuatu yang diberikan untuk saya, tetapi sesuatu yang saya perjuangkan dan usahakan. Dan untuk alasan inilah, saya ingin menggunakan setiap kesempatan untuk memberikan kembali dan membantu perempuan lain untuk menyadari potensi mereka di bidang apa pun yang mereka pilih," kata lulusan Master of Public Administration, Columbia University ini.
Natasha meyakini, pelaku startup harus agile sehingga bisa menyesuaikan respon dan reaksi terhadap perubahan. Selain itu, diperlukan juga sikap tidak pantang menyerah, karena dalam mengembangkan bisnis pasti banyak menemui penolakan, hambatan, dan tantangan.
Ia juga terus meningkatkan kemampuan untuk pandai membaca situasi pasar, karena menurutnya, seorang pelaku startup harus bisa pandai-pandai menentukan apakah produk yang diluncurkan akan tumbuh dan mendapatkan pangsa pasar dan kemudian bisa dimonetisasi.
Meski tantangan selalu ada, Natasha yakin bahwa itu semua adalah bagian dari siklus hidup yang lumrah dihadapi oleh semua orang.
"Saat merasa low energy level, yang saya lakukan cukup beristirahat dan berusaha menjauhkan diri dari kesibukan untuk dapat menjernihkan pikiran dan berstrategi lebih lanjut," kata perempuan yang punya hobi membaca, hiking, dan mendengarkan musik ini.