Begini Dampak Trauma Masa Kecil yang Dimiliki Anak

Jum'at, 29 Oktober 2021 | 21:38 WIB
Begini Dampak Trauma Masa Kecil yang Dimiliki Anak
Ilustrasi trauma masa kecil. (pixabay.com/imaji)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

Suara.com - Memiliki trauma masa kecil yang terbawa hingga dewasa sangatlah tidak menyenangkan. Itu sebabnya, sangat penting bagi diri sendiri untuk berdamai dengan masa lalu.

Mirisnya, tidak semua orang mengerti rasanya memiliki trauma masa kecil. Bahkan, tak sedikit orangtua yang kerap menyepelekan hal-hal yang sesungguhnya bisa menjadi traumatis bagi anak.

Lantas, jika sudah seperti itu apa yang bisa dilakukan untuk berdamai dengan masa lalu?

Co-founder Tiga Generasi, Psikolog Saskhya Aulia Prima, meminta anak untuk lebih bertoleransi pada sikap orangtua, karena bisa jadi mereka mengalami situasi parenting yang berbeda dari masa saat ini.

Baca Juga: Waspadai 6 Dampak Silent Treatment, Malah Bisa Merusak Hubungan Asmara

"Dulu mereka belum tahu bahwa sikapnya bisa mengakibatkan dampak yang berbahaya. Tapi setelah mereka semakin dewasa, penelitian tentang perkembangan anak baru bermunculan," ujar Saskhya dalam acara diskusi webinar iStyle.id, Jumat (29/10/2021).

Saskhya mengatakan sikap orangtua yang tidak paham dengan kondisi trauma anak, bisa jadi karena mereka juga pernah mengalami luka di masa lalu.

Sehingga orangtua ibarat landak yang menunjukkan durinya, dan berusaha menyerang orang lain ketika lukanya coba diusik.

Jadi, kata Saskhya, meskipun memiliki trauma masa lalu, cobalah menyayangi orang dengan sikap rumit orang yang ada di keluarga.

"Yang bisa dikendalikan diri, kan, sendiri. Jadi memang ada latihan untuk menyayangi orang yang rumit, misalnya salah satu orangtua kita," tutur Saskhya.

Baca Juga: Ternyata Fobia Bisa Turun-temurun di Keluarga, Begini Penjelasannya

Alih-alih memicu perdebatan dengan membahas luka diri sendiri, cobalah untuk lebih mengerti situasi orangtua dan kenali mereka. Ada saat dimana orangtua mengeluarkan durinya, maka hindari situasi itu.

"Pasti tahu topik apa, atau kegiatan apa yang membuat mereka sensitif, akhirnya isunya sensitif akhirnya isu keluar, terus kita yang kena marah," tutur Saskhya.

Sebaliknya, lakukan hal yang membuat orangtua senang, jangan hanya datang saat sedang ada masalah, agar hubungan psikologis anak dan orangtua terjaga.

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI