Suara.com - Pandemi sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, termasuk salah satunya pola belanja. Hal ini, menurut Faradi Bachri, Country Director ADA di Indonesia, harus diikuti dengan penyesuaian strategi dari para pemilik bisnis.
"Di pandemi ini, sebenarnya konsumen tidak berubah, yang berubah adalah mobilitasnya. Orang tidak bisa kemana-mana, tidak bisa keluar untuk belanja, tapi kebutuhan tetap ada. Nah, itulah yang bisa kita lihat sebagai potensi," katanya beberapa waktu lalu kepada Suara.com.
Makanya tak heran, jika saat ini, brand, baik yang sudah lama maupun baru, ramai-ramai masuk ke dunia digital.
Meski terdengar mudah dan sederhana, nyatanya, menurut Faradi, go digital tidak sesederhana yang dipikirkan banyak pebisnis.
"Mitosnya adalah, ketika bisnis go digital, atau switch to digital, pasti akan sukses. Padahal, tidak selalu begitu," katanya.
"Ketika bisnis masuk ke digital, banyak brand yang terjebak matriks-matriks yang tidak berpengaruh ke bisnis, tapi itu menjadi sesuatu yang mereka banggakan. Misalnya, jumlah fans, follower, click, impression, dan sebagainya," kata Faradi.
"Akibatnya, banyak pemilik bisnis yang fokus ke situ saja, ingin view lebih tinggi, impression lebih tinggi. Tapi, bisnis impact-nya tidak ada. Nah, ini jebakan," lanjutnya.
Jebakan ini membuat pemilik bisnis kemudian berasumsi bahwa strategi digital mereka tidak bekerja.
"Sudah viral, tapi kok penjualan nggak naik? Nah, asumsi begitu yang salah," kata Faradi.
Baca Juga: Nggak Butuh Banyak Modal, Ini 5 Ide Bisnis untuk Mahasiswa
Lalu, apa yang harus seharusnya dilakukan oleh brand atau pemilik bisnis ketika ingin bertransformasi menjadi digital?