Suara.com - Pandemi sangat mempengaruhi semua aspek kehidupan manusia, termasuk salah satunya pola belanja. Hal ini, menurut Faradi Bachri, Country Director ADA di Indonesia, harus diikuti dengan penyesuaian strategi dari para pemilik bisnis.
"Di pandemi ini, sebenarnya konsumen tidak berubah, yang berubah adalah mobilitasnya. Orang tidak bisa kemana-mana, tidak bisa keluar untuk belanja, tapi kebutuhan tetap ada. Nah, itulah yang bisa kita lihat sebagai potensi," katanya beberapa waktu lalu kepada Suara.com.
Makanya tak heran, jika saat ini, brand, baik yang sudah lama maupun baru, ramai-ramai masuk ke dunia digital.
Meski terdengar mudah dan sederhana, nyatanya, menurut Faradi, go digital tidak sesederhana yang dipikirkan banyak pebisnis.
Baca Juga: Nggak Butuh Banyak Modal, Ini 5 Ide Bisnis untuk Mahasiswa
"Mitosnya adalah, ketika bisnis go digital, atau switch to digital, pasti akan sukses. Padahal, tidak selalu begitu," katanya.
"Ketika bisnis masuk ke digital, banyak brand yang terjebak matriks-matriks yang tidak berpengaruh ke bisnis, tapi itu menjadi sesuatu yang mereka banggakan. Misalnya, jumlah fans, follower, click, impression, dan sebagainya," kata Faradi.
"Akibatnya, banyak pemilik bisnis yang fokus ke situ saja, ingin view lebih tinggi, impression lebih tinggi. Tapi, bisnis impact-nya tidak ada. Nah, ini jebakan," lanjutnya.
Jebakan ini membuat pemilik bisnis kemudian berasumsi bahwa strategi digital mereka tidak bekerja.
"Sudah viral, tapi kok penjualan nggak naik? Nah, asumsi begitu yang salah," kata Faradi.
Baca Juga: 5 Sumber Kekayaan Deddy Corbuzier, Jumlah Penghasilan Youtubnya Bukan Main
Lalu, apa yang harus seharusnya dilakukan oleh brand atau pemilik bisnis ketika ingin bertransformasi menjadi digital?
Sebagai Country Director - Marketing Services di ADA Indonesia, menjadi tugas Faradi untuk membantu klien mengefisiensikan dan mengefektifkan bisnisnya dalam transformasi digital. Ia memaparkan 5 tahapan audit saat ingin memulai transformasi digital.
1. Nascent
Fase ketika perusahaan belum memiliki wawasan digital, atau pengetahuan mereka cenderung terbatas.
2. Emerging
Pada fase ini perusahaan sudah memiliki kanal dan aplikasi digital. Dalam fase ini perusahaan fokus untuk meningkatkan performa dari masing-masing kanal dan aplikasi digital yang mereka miliki.
3. Connected Audience
Dalam fase ini, perusahaan mulai memahami dan mendalami tujuan pelanggan mendatangi situs mereka. Perusahaan mulai menawarkan produk yang mereka punya berdasarkan hasil analisis data pengguna.
4. Focusing on ROI (Return On Investment)
Perusahaan mulai memperhatikan performa dari ROI. Alasannya, ROI melambangkan “janji” dari digital, yaitu result atau hasil. ROI menjadi alasan banyak pemain bisnis masuk ke ranah digital. Mereka mengharapkan digital mampu menghasilkan outcome, result yang lebih baik.
5. Automated the Whole Process
Saat fase ini, perusahaan sudah memiliki ekosistem digital yang mumpuni. Artinya, setiap data yang masuk sudah di automasi dan dapat melakukan analisis prediktif. Sehingga, seluruh prosesnya telah automasi untuk menghasilkan dampak bisnis yang diharapkan.
Dari proses audit, dapat diidentifikasi tahapan mana yang perlu diperbaiki dan langkah apa yang bisa diambil ke depannya. Setelah itu, perusahaan dapat masuk ke bagian selanjutnya, yakni planning, scaling.
Faradi juga memberikan pandangannya tentang tiga hal yang krusial dalam proses transformasi digital. Ini dia:
1. Understand the Business Impact You Expected
Inovasi di dalam teknologi itu cepat dan tidak akan berhenti. Jadi, pelaku bisnis harus betul-betul memahami the north star atau tujuan mereka dalam melakukan bisnis.
2. Pegang Data yang Dimiliki
Data yang dimiliki akan berpengaruh untuk ke depannya. Data tersebut dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan dan meningkatkan bisnis.
3. Fokus di ekosistem digital
Di dalam ranah digital, satu faktor mendukung faktor yang lainnya. Sehingga untuk mengalami kemajuan, diperlukan ekosistem digital yang mumpuni. Sistem yang dimiliki dapat mendorong kemajuan yang signifikan.