Suara.com - Preservasi karya sastra menjadi salah satu langkah menjaga kelestarian budaya leluhur.
Inilah yang menjadi alasan Yayasan Puri Kauhan Ubud di Bali meluncurkan tiga bukus "Sastra Saraswati Sewana", yang merupakan kumpulan sastra Bali klasik dan modern.
Berdasarkan siaran pers yang diterima di Jakarta, Kamis (21/10/2021), dijelaskan acara peluncuran buku yang dilaksanakan tepat pada hari istimewa umat Hindu yakni Buda Wage Warigadian nedeng Purnama Sasih Kalima, 20 Oktober 2021 ini, bertempat di Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar.
Buku pertama, "Sastra Saraswati Sewana, Pemarisuddha Gering Agung", memuat karya-karya terpilih dan karya nominasi para peserta Ajang Kreasi Sastra Saraswati Sewana.
Baca Juga: 35 Tahun di Pasar Seni Legian, Jero Pipit Rindu Bule yang Bisa Belanja Jutaan Rupiah
Buku kedua, bertajuk “Mulat Sarira untuk Bali Bangkit, Pabligbagan Di Masa Pandemi” memuat catatan Pabligbagan Virtual (diskusi Virtual ), yang diselenggarakan Yayasan Puri Kauhan Ubud selama pandemi.
Buku ketiga, berjudul "Mai Mabasa Bali", memuat karya-karya Pemenang Lomba Kartun Strip Mai Mabasa Bali. Mai Mabasa Bali (Mari Menggunakan Bahasa Bali), merupakan event Yayasan Puri Kauhan Ubud yang dipimpin Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana untuk mengkampanyekan penggunaan bahasa Bali kepada masyarakat luas.
Acara peluncuran buku ini dihadiri berbagai kalangan, mulai dari Staf Khusus Presiden Bidang Kebudayaan Sukardi Rinakit, Wakil Gubernur Bali, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Denpasar, Para Rektor Perguruan Tinggi se- Bali, Panglingsir Puri dan Grya, Budayawan, hingga kepala lingkungan dan bendesa adat se-kelurahan Ubud, Gianyar.
Rektor ISI Denpasar Prof. Dr. I Wayan Kun Adnyana menyampaikan bahwa acara ini merupakan gerakan kesadaran untuk mengembalikan sastra sebagai Ibu sekaligus "ulu" etos laku keseharian dalam menata masyarakat juga memajukan bangsa.
Kegiatan Sastra Saraswati Sewana ini menurutnya, bisa menjadi contoh dan tauladan untuk mengembalikan bagaimana poros imajinasi kita, bisa berangkat dari kekayaan khasanah susastra Nusantara.
Baca Juga: Korban Gempa di Karangasem Dan Bangli Akan Dapat Santunan Mulai Rp 10-20 Juta
Rektor ISI Denpasar melanjutkan bahwa acara ini dapat merefleksikan, melihat kembali jejak keluhuran dan kebijaksaan tetua kita di masa lalu.
"Bagaimana mereka hidup, menjaga harmoni antar manusia, dengan alam, dan juga terjalinnya hubungan yang kohesif antar yang nyata dan yang tidak nyata," tutur I Wayan menjelaskan.
Koordinator Staf Khusus Presiden AAGN Ari Dwipayana selaku Ketua Yayasan Puri Kauhan Ubud menyampaikan bahwa peluncuran buku yang tepat dilaksanakan pada Buda nemu purnama yang disebut dengan Buda Kembang ini dimaknai sebagai kesempatan emas, waktu yang sangat tepat untuk menyadari sambungan tali rasa-kalbu-hati, antara pertiwi-tanah-tubuh dan candra/bulan.
Ari juga menekankan bahwa masyarakat Bali tidak cukup hanya merayakan budaya literasi, tetapi harus dilanjutkan dengan Sastra Paraga, membadankan sastra dalam pikiran, kata-kata, dan tindakan.
Dari Sastra Paraga inilah kemudian lahir Sastra Dresta. Sastra Dresta adalah sastra yang telah dijadikan cara pandang dan tindakan kolektif untuk memecahkan berbagai persoalan kalut dan kemelut hidup.
Hadir memberikan apresiasi atas peluncuran buku ini, tiga tokoh yang sangat intens mengamati perkembangan budaya Bali yaitu, Jean Couteau, Profesor Adrian Vickers dari Universitas Sydney dan Dr Graeme Macrae, lecturer dari Massey University.
Ketiga tokoh tersebut memberikan apresiasi atas upaya-upaya yang telah ditempuh Yayasan Puri Kauhan Ubud, dalam membangkitkan kecintaan masyarakat pada sastra dan aksara Bali. Sebuah upaya, yang diharapkan dapat menginspirasi masyarakat Bali lainnya, untuk melakukan upaya bersama yang lebih konkrit dan efektif.
Acara yang diselenggarakan secara hybrid tersebut, juga menghadirkan dongeng mulat sarira yang dibawakan oleh Rukardi Rinakit dan Ayu Lakmi, serta ditutup dengan Pemutaran Teater Seni Sekala Niskala, karya sutradara muda berbakat Kamila Andiri dan koreografer Ida Ayu Wayan Arya Satyani.
Teater ini telah dipentaskan di Esplanade Theater Singapura pada tahun 2019 dan Asia Topa Melbourne di tahun 2020.