Suara.com - Topik kuliah di luar negeri telah mendapat perhatian yang signifikan dalam beberapa bulan terakhir. Akhir pekan ini, lebih dari 200 pelajar Indonesia yang antusias berpartisipasi aktif dalam lokakarya dua hari yang diselenggarakan oleh TransforMe, sebuah startup teknologi pendidikan yang membantu anak muda Indonesia untuk mendunia.
Acara yang bertajuk "Smart & Successful Strategies to Study Abroad", diselenggarakan pada Sabtu (16/10) dan Minggu (17/10) di Jakarta, dilakukan untuk membekali mahasiswa dengan keterampilan, pengetahuan, dan kiat-kiat yang dibutuhkan untuk melanjutkan studi ke luar negeri.
Agenda yang menarik ini menghadirkan perwakilan dari beasiswa ternama seperti Chevening, Fulbright, dan LPDP. Selain itu, pembicara antara lain Nadhira Afifa, pemegang gelar Master dan alumni Harvard, dan Elian Ciptono, Country Manager Wise Indonesia dan alumni HEC Paris serta Wharton School juga membahas tips hidup di luar negeri dan mengelola keuangan.
Berikut ini adalah sejumlah hal penting yang perlu diingat ketika ingin kuliah di luar negeri, mengutip hasil presentasi dalam acara tersebut.
Baca Juga: Hari Pertama Swab Antigen Mahasiswa Unhas, Panitia Target Seribu Orang
1. Beda beasiswa, beda karakter kandidat
Setiap beasiswa berbeda, dan setiap penyedia memiliki persyaratan yang berbeda saat memilih kandidat yang sesuai dengan standar mereka. Seperti contohnya LPDP yang cenderung memilih kandidat dengan jiwa nasionalisme yang tinggi dan memiliki kontribusi nyata terhadap lingkungan.
Adapun Chevening lebih fokus kepada figur seorang profesional, dan untuk jalur beasiswa yang diusung Fulbright adalah sosok dengan karakter pemimpin yang memiliki rencana jangka panjang.
Retno Lestari, CEO & founder TransforMe mengatakan, “Beasiswa itu disesuaikan melalui karakter, kemampuan dan bakat masing-masing. Gagal pada satu beasiswa, belum tentu gagal di beasiswa lain, karena setiap beasiswa punya karakter berbeda-beda. Tipsnya adalah harus mengetahui benar kemampuan diri serta visi di masa yang akan datang.”
2. Koneksi internasional demi masa depan gemilang
Menurut survei yang dilakukan oleh Wise, sebuah perusahaan teknologi global yang membangun cara terbaik untuk memindahkan uang di seluruh dunia, motivasi terbesar untuk belajar di luar negeri adalah membangun jaringan dan hubungan yang kuat (74%), mendapatkan pengalaman hidup baru (73%), dan untuk meningkatkan prospek pekerjaan di masa depan (61%).
Nadhira Afifa, dalam paparannya, memberikan beberapa tips bagaimana mahasiswa dapat membangun jaringan dan koneksi saat berada di luar negeri. Salah satu tips untuk membangun koneksi adalah dengan berpartisipasi dalam acara.
Baca Juga: Mahasiswa Kuliah Kerja Dakwah Pungut Sampah Plastik Lalu Bikin Paving Block
Misalnya, Nadhira aktif menghadiri konferensi dan mencari peluang magang. Biasanya, konferensi ini dihadiri oleh orang-orang terkemuka dan berpartisipasi dalam acara ini memberi kesempatan yang baik untuk berinteraksi dengan mereka.
3. Butuh layanan transfer uang yang murah, cepat, dan transparan
Dalam presentasi dari Elian Ciptono, Country Manager Indonesia, Wise, ia menunjukkan bahwa transfer uang ke luar negeri yang mahal, lambat dan tidak transparan secara signifikan berdampak pada keuangan dan kesejahteraan siswa Indonesia saat berada di luar negeri.
Setelah mengalami kekesalan yang sama dengan transfer uang ke luar negeri ketika dia menjadi mahasiswa internasional, Elian menjelaskan beberapa temuan dari survei yang menemukan bahwa 58% orang Indonesia yang belajar di luar negeri merasa bahwa biaya transfer ke luar negeri yang tinggi berdampak pada anggaran hidup mereka.
“Dengan temuan survei kami yang menunjukkan 75% pelajar Indonesia masih minati kuliah di luar negeri di masa pandemi, di balik itu ada kebutuhan yang besar bagi pelajar untuk melakukan transfer ke luar negeri yang lebih murah, lebih cepat dan lebih transparan untuk mempermudah hidup pelajar Indonesia di luar negeri,” ujar Elian.
Elian menambahkan agar ketika memilih layanan transfer uang luar negeri, perhatikan detail biaya, khususnya apabila ada biaya tersembunyi, dan cari layanan yang mengonversi uang dengan harga pasar menengah yang wajar — seperti harga yang kita lihat pada Google atau Reuters.
Nadhira Afifa, dalam pemaparannya pun mengatakan bahwa ia membutuhkan tiga hal itu (murah, cepat, dan transparan) ketika di Harvard. Apalagi biaya hidup di negeri Paman Sam itu tergolong tinggi.