Kisah Disabilitas Intelektual Meretas Kemandirian

Bimo Aria Fundrika Suara.Com
Senin, 18 Oktober 2021 | 12:55 WIB
Kisah Disabilitas Intelektual Meretas Kemandirian
Nathanael Andhika Santoso. (Dok: Instagram/nathandhika.s)
Follow Suara.com untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel & Google News

“Selama stigma yg tertempel di benak bahwa anak-anak  ini ‘bukan siapa-siapa’ dan "tidak akan bisa apa-apa", rasa menghargai tidak akan ada,” kata Ida.

Bahkan, Ida mengungkapkan bahwa hasil penjualan tas dan juga scarf COLOURS by Nathan juga ikut disumbangkan ke Ayo Sekolah Ayo Kuliah (ASAK), suatu program Keuskupan Agung Jakarta yang jadi sarana umat Katolik untuk membantu pendidikan bagi masyarakat kurang mampu.

“Dengan cara ini, kami juga ingin  mengubah mindset masyarakat bahwa yang berkebutuhan khusus itu juga bisa berbagi kepada masyarakat, bukan selalu yang harus disumbang dan dikasihani,” kata Ida.

Mendorong kemandirian dan menghapus stigma

Ida mengakui bahwa di masyarakat sendiri memang masih terdapat stigma pada bahwa anak disabilitas seringkali dianggap beban bagi masyarakat. Oleh sebab itu, melalui Rumah Belajar Kharis, ia ingin terus mengupayakan sekaligus membuktikan bahwa anak disabilitas bukan hanya bisa mandiri, tapi juga ikut berkontribusi bagi masyarakat.

Hasil karya anak disabiitas intelektual. (Dokumentasi pribadi)
Hasil karya anak disabiitas intelektual. (Dokumentasi pribadi)

“Anak-anak berkebutuhan khusus bukan ’beban’ masyarakat, melainkan "bagian" dari masyarakat.” kata Ida.

Ia melanjutkan, bahwa inklusivitas itu bisa dimulai dengan mengubah pola pikir dan menghapus stigma pada anak-anak disabilitas. Ida menganggap bahwa masyarakat seringkali menuntut orang dengan disabilitas dengan standar non-disabilitas. Sehingga, anak-anak disabilitas baru dianggap hebat jika berprestasi dan memenuhi standar masyarakat. Padahal, lanjut Ida, yang semestinya diubah dan beradaptasi ialah masyarakat umum agar bisa lebih terbuka terhadap orang dengan disabilitas. 

“Tapi mindset orang, ABK (anak berkebutuhan khusus) hebat kalo dia bisa nunjukin prestasi yg luar biasa. Mereka punya kelebihan semua. Masalahnya ada nggak dukungan untuk mengeluarkan kelebihan itu?”

Lebih lanjut, Ida mengatakan, bahwa pendekatan terapi, dan pendidikan bagi anak disabilitas akan sia-sia, jika pada akhirnya masyarakat masih sulit untuk menerima dan terus memberikan stigma.

Baca Juga: Sedih! Atlet Disabilitas Banyuwangi Raih Berbagai Prestasi Tanpa Didukung Pemda

“Saya selalu bilang kalau selama ABK apapun diajarin, kalau masyarakat enggk nerima, ya nggak ketemu.”

BERITA TERKAIT

REKOMENDASI

TERKINI